Al-Qur’an Adalah Bacaan Mulia

--

Oleh M Fuad NasarM Fuad Nasar
Kepala Biro UIN Imam Bonjol Padang/Mantan Sesditjen Bimas Islam

Kementerian Agama didukung oleh Badan Pengelola Masjid Istiqlal dalam rangka menyemarakkan dan memperingati Nuzulul Qur’an menginisiasi program "Indonesia Khataman Al-Qur’an," sebanyak 350.000 khataman dalam rentang waktu satu hari pada tanggal 16 Maret 2025 M/16 Ramadhan 1446 H serentak di seluruh Indonesia.

Program fenomenal tersebut bertujuan antara lain untuk mendorong kebersamaan umat Islam dalam membaca dan mengkhatamkan Al-Qur’an, menguatkan semangat keislaman dan kebangsaan melalui Al-Qur’an dan mengajak umat Islam untuk mencintai, memahami, dan mendalami Al-Qur’an.

Kegiatan ini ditutup dengan Haflah Peringatan Nuzulul Qur’an dan pembacaan juz ke-30 bersama Menteri Agama Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar di Masjid Istiqlal. Dampak jangka panjangnya kegiatan tersebut diharapkan mendorong akselerasi pemberantasan buta aksara Al-Qur’an dan peningkatan literasi Al-Qur’an di Tanah Air.

Al-Qur’an, menurut bahasa berarti bacaan, jika disebut Al-Qur’anul Karim berarti Bacaan Mulia. Kitab suci umat Islam ini seratus persen merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang ditulis dan dikompilasi sejak zaman sahabat nabi.

Setiap muslim membaca ayat-ayat Al-Quan di dalam shalat lima waktu dan perlu dibiasakan membaca Al-Qur’an di luar waktu shalat. Keindahan seni baca Al-Qur’an sungguh luar biasa, namun lebih dahsyat pengaruh psikologis dan spiritual dari kebiasaan membaca Al-Qur’an.

Dalam pendahuluan Al-Qur’an dan Terjemahnya, edisi awal yang diterbitkan oleh Departemen Agama (1965), diungkapkan sebuah riwayat suatu ketika datang seseorang menemui sahabat Nabi Muhammad Saw yang bernama Ibnu Mas’ud, meminta nasihat. “Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasihat yang dapat kujadikan obat bagi jiwaku yang sedang gelisah. Dalam beberapa hari ini aku merasa tidak tenteram, jiwaku gelisah dan pikiranku kusut.”

Ibnu Mas’ud memberi nasihat, “Kalau penyakit jiwa yang gelisah itu menimpamu, bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu ke tempat orang membaca Al-Qur’an, engkau baca Al-Qur’an atau engkau dengar baik-baik orang membacanya, atau engkau pergi ke majelis pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah, atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, di sana engkau menyembah Allah di waktu tengah malam di saat orang sedang istirahat, engkau meminta dan memohon kepada Allah ketenangan jiwa, ketenteraman pikiran dan kemurnian hati. Seandainya jiwamu belum juga terobati dengan cara ini, engkau minta kepada Allah agar diberi-Nya hati yang lain, sebab hati yang kamu pakai itu, bukan lagi hatimu.”

Orang itu pergi dan mengamalkan nasihat Ibnu Mas’ud. Dia terlebih dahulu berwudhu lalu membaca Al-Qur’an dengan hati yang khusu’. Kemudian datang kembali memberi tahu Ibnu Mas’ud, dengan membaca Al-Qur’an, jiwanya berubah menjadi tenang, pikirannya jadi lapang dan kegelisahannya hilang.

Al-Qur’an yang merupakan mukjizat Nabi Muhammad Saw yang terbesar bukan hanya dibaca sebagai perbuatan yang bernilai ibadah bagi umat Islam, tetapi juga dihafal oleh sebagian muslim di berbagai penjuru dunia. Kitab suci Al-Qur’an diturunkan kepada seluruh umat manusia sebagai petunjuk, penjelasan dan pembeda antara yang benar dan yang salah.

Al-Qur’an adalah sumber ilmu pengetahuan yang tidak pernah habisnya sampai kiamat. Umat Islam saat ini di seluruh dunia berjumlah sekitar 2 milyar jiwa. Andaikata 50 persen saja atau 1 milyar orang, kadang, sering, atau secara rutin membaca Al-Qur’an setiap hari, niscaya membuktikan hasil pengamatan James A. Michiner, seorang pengarang Amerika yang meninggal tahun 1997 tentang umat Islam dan Al-Qur’an.

Ia mengatakan bahwa Al-Qur’an boleh jadi merupakan kitab suci yang paling banyak dibaca di muka bumi, kitab yang paling sering dihafalkan, dan kitab yang paling berpengaruh dalam kehidupan orang yang mempercayainya, Kitab ini belum setua Perjanjian Baru, tertulis dalam gaya yang cemerlang. Kitab itu bukan puisi dan prosa, namun mengandung potensi untuk membangkitkan gairah iman para pembaca dan pendengarnya. Al-Qur’an adalah kitab yang sangat praktis dan memberikan pembahasan tentang kehidupan yang ideal.

Dr. Sir Mohammad Iqbal, pujangga dan pemikir besar dunia Islam yang meninggal di Lahore tahun 1938, semasa kecil pernah diajari oleh ayahnya, “Apabila kamu membaca Al-Qur’an, maka konsentrasikanlah dirimu padanya seolah-olah ayat-ayat Al-Qur’an itu sedang diturunkan kepadamu.”

Al-Qur’an yang kini kita baca di Indonesia adalah sama persis isi dan susunannya kata per kata, kalimat per kalimat, dengan Al-Qur’an yang dibaca dan dihafal oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya serta umat Islam di seluruh dunia dari zaman ke zaman.

Salah satu keistimewaan Al-Qur’an, sebagaimana dikemukakan di muka, membacanya bernilai ibadah dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an menjadi penenang jiwa. Kendati banyak umat Islam yang belum mengerti makna ayat-ayat Allah yang dibacanya, tetapi kenikmatan rohaniah membaca Al-Qur’an dan men-tadabburi kandungan isi ayat-ayatnya tidak dapat digambarkan dengan kata-kata.

Al-Qur’an merupakan sumber “energi jiwa” yang tak dapat digantikan. Dalam suatu kesempatan mengikuti ceramah tokoh cendekiawan muslim Dr. Ir. Muhammad Imaduddin Abdulrahim, M.Sc (Bang Imad) di Masjid Al Ihsan Bank Syariah Mandiri, Jalan M.H. Thamrin Jakarta, sekitar dekade 2000-an, saya mencatat almarhum mengatakan, rutinkan membaca Al-Qur’an tiap hari pasti terasa perubahan pada jiwa.

Pesan-pesan Al-Qur’an sejalan dengan semua tingkatan perkembangan alam pemikiran, ilmu pengetahuan dan peradaban manusia. Al-Qur’an mendorong umat Islam agar memperkokoh keimanan, belajar dari sejarah, dan merespons perkembangan masyarakat untuk menemukan relevansi pesan-pesan Qur’ani dengan masa depan umat manusia.(SUMBER https://kemenag.go.id/)




Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan