SERANGAN BUAYA

Akhmad Elvian-dok-
Dato’ Akhmad Elvian, DPMP
Sejarawan dan Budayawan
Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia
Buaya Kuala telah pergi,
Rusaknya Sungai jadi penyebab,
Puaka Buaya pusaka kami,
Pusaka negeri orang beradab.
Pantun di atas adalah salah satu bentuk keprihatinan terhadap rusaknya sungai mulai dari hulu sampai ke hilir dan pada bagian bagian sungai seperti aik, lubuk, rabeng, baruk, amau, berok, kuala ataupun muara akibat ulah tangan manusia yang biadab dan yang sangat memprihatinkan lagi adalah, banyaknya kejadian serangan Buaya terhadap manusia akibat rusaknya habitat Buaya di Sungai. Pulau Bangka adalah negeri tempat orang orang yang beradab yang memiliki kearifan lokal dalam menjaga alam dan lingkungannya, menjaga daya dukung dan daya tampung lingkungan dari kerusakan. Menjaga lingkungan hidup bukan membuatnya menjadi lingkungan kematian dan jangan diubah kearifan lokal dengan kebiadaban lokal.
Pada tiap-tiap ”lubuk” atau bagian sungai yang lebar dan dalam di Pulau Bangka yang terhubung dengan laut dan dekat muara atau kualo, selalu dihuni oleh seekor Buaya besar (Crocodylus porosus). Buaya paling besar penguasa dan penunggu satu lubuk di Pulau Bangka disebut ”puaka”. Buaya Puaka menguasai wilayah teritorial lubuk dan sungai sekitarnya. Bila buaya-buaya puaka tadi berpindah ke salah satu lubuk, maka sang puaka buaya harus bertarung melawan puaka penguasa lubuk tersebut, bila menang, buaya tersebut akan menelan satu butir batu di lubuk sungai tersebut dan andai kata berpindah dan menang dalam bertarung pada Tujuh lubuk, maka dalam perutnya akan ditemukan Tujuh butir batu sungai. Dalam bahasa Yunani disebut buaya disebut krokodilos; kata bentukan yang berakar dari kata kroko, yang berarti ‘batu kerikil’. Buaya-buaya puaka yang kalah bertarung inilah yang biasanya menganggu manusia, karena kehilangan lubuk dan wilayah kekuasaan teritorialnya. Bisa dibayangkan ketika lubuk lubuk sungai di Pulau Bangka rusak oleh ulah tangan manusia yang biadab dan mengakibatkan terjadinya serangan Buaya terhadap Manusia. Buaya buaya puaka saat ini tidak saja mengganggu manusia yang berbuat kesalahan atau melanggar pantang larang di sungai akan tetapi telah mengganggu hampir semua orang, bahkan orang yang tidak bersalah.
Dalam sistem kepercayaan pada masyarakat Bangka, Buaya tidak mengganggu manusia. Gangguan Buaya hanya dilakukan terhadap orang yang berbuat kesalahan atau melanggar ”pantang larang”, akan tetapi bisa juga menimpa orang lain, misalnya terhadap warga kampung yang mencari ikan di sungai diganggu bubunya, banjur atau rawainya, ikan-ikan dalam sangkar dirusak, perahunya dibalik atau bahkan orangnya disambar atau dimakan buaya. Bila gangguan Buaya sudah menyangkut kepentingan seluruh warga kampung yang memanfaatkan sungai, maka perlu diadakan upacara taber sungai.