Prang Prik Kebun
Ahmadi Sopyan-dok-
(3) Lahan Dikuasai Pengusaha. Kita akui, pengusaha-pengusaha di perkotaan menguasai lahan-lahan di pedesaan. Kita tidak bisa menyalahkan pengusaha, sebab tidak akan mereka miliki kalau pemilik (masyarakat) tidak menjual. Banyak lahan-lahan terbengkalai, tak bermanfaat sebab dimiliki oleh orang berduit dan dibiarkan begitu saja. Tentunya kolaborasi menjadi penting sebagai bentuk solusi kedepannya agar lahan-lahan tersebut menghasilkan manfaat baik pemilik maupun pengelolanya.
(4) Tidak Terbiasa "Ngerinah" tumbuhan. Karakter masyarakat kita di Pulau Bangka terbiasa dengan tanaman keras, yakni karet & lada. Sedangkan tanaman seperti sayur-sayuran dianggap terlalu sangat menyita waktu bagi masyarakat. Ketidakbiasaan dalam "ngerinah" (mengurus) ini menjadikan karakter "dak kawa nyusah" kian melekat dalam perilaku para petani kita. Begitupula dengan budi daya dan peternakan tidak berkembang yang pastinya membutuhkan "pengerinahan" maksimal.
Nah, mengantisipasi ini semua, menurut saya perlu perbanyak "Tukang Ngulon" dalam kehidupan masyarakat kita Pulau Bangka. Sebab, karakter masyarakat "asak lom ningok kek igik matanya sendirik, belum percaya" (kalau belum melihat langsung dengan biji matanya sendiri, maka belum percaya). Itulah kita, tak pernah percaya pada teori atau sekedar katanya-katanya. Oleh karena itu, penting bagi Pemerintah untuk menjadi contoh, dan pengusaha membuat contoh bagaimana petani produktif, efektif dan kreatif. Ciptakan anak-anak muda kampung yang sukses di bidang pertanian, peternakan dan budidaya. Kalau tiap Kecamatan ada bukti nyatanya, saya yakin akan merubah karakter masyarakat Bangka. Sebab perilaku "ikut-ikutan" itu sangat kokoh di tengah masyarakat kita. Makanya, istilah "Riuh Madu Riuh Kumbang" itu masih menjadi istilah yang kita pakai guna mengkritik perilaku kita sendiri, yakni Urang Bangka.
Salam Urang Bangka!(*)