PERTEMPURAN TADJAUBELAH
Akhmad Elvian-screnshot-
Kemudian pada tanggal 26 September 1850 Masehi didatangkan lagi bala bantuan pasukan dipimpin Kapten Buys dengan kekuatan dua kapal perang bertenaga uap yaitu kapal uap Bromo dan kapal uap Cipanas yang bersandar di Teluk Kelabat. Bersandarnya dua kapal perang di teluk Kelabat bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat transportasi dan logistik pasukan militer Belanda ke ibukota keresidenan di Kota Muntok dan ke distrik lainnya di pulau Bangka serta dalam rangka memblokade perairan pulau Bangka agar Depati Amir tidak dapat menerima bantuan logistik dan persenjataan dari luar pulau. Pasukan militer Belanda kemudian semakin diperkuat dengan didatangkannya Kompi Afrikaansche Flank-kompagnie dari Batalion ke 12 di bawah pimpinan Kapten Blommenstein. Pasukan ini kemudian ditempatkan di pos-pos militer Belanda yang didirikan di kampung Tjengal, Distrik Sungailiat, Distrik Pangkalpinang dan Distrik Belinyu.
Besarnya jumlah personil militer yang dikirimkan Pemerintah Hindia Belanda dari Keresidenan Palembang dan dari Batavia ke pulau Bangka menunjukkan, bahwa perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir sangat besar dan berbahaya bagi eksistensi kekuasaan kolonial Belanda di pulau Bangka. Residen Bangka F van Olden sendiri menyatakan dalam laporannya, bahwa perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin Depati Amir menyebabkan penutupan operasi parit-parit penambangan timah dan telah menyebabkan kerugian finansial yang sangat besar. Residen Bangka F. van Olden dalam bukunya De muiterij van Amir menjelaskan betapa sulitnya medan perang di pulau Bangka yang terdiri dari lembah, sungai, bukit, rawa-rawa, padang ilalang dan hutan belantara yang sulit ditembus sehingga menyulitkan upaya penangkapan Depati Amir.
Sulitnya transportasi karena harus menggunakan jalan laut dan sungai dengan menggunakan kapal dan perahu keruis (kruisprauwen), serta masih sedikitnya jalan raya yang dibangun pada masa itu menyebabkan lambatnya mobilisasi pasukan dan peralatan militer Belanda. Mobilisasi pasukan umumnya dilakukan melalui jalan setapak yang dibangun penduduk pribumi orang Darat, dan dilakukan dengan berjalan kaki serta menggunakan tandu serta pikulan untuk mengangkut logistik perang. Orang-orang Darat pribumi Bangka umumnya yang dipekerjakan sebagai tenaga pengangkut logistik perang di samping itu dipekerjakan juga para tahanan atau narapidana. Jauhnya jarak kelompok pemukiman penduduk antar kampung dan dusun disertai dengan mewabahnya penyakit disentri, penyakit beri-beri dan demam serta bersamaan dengan musim hujan yang begitu lebat semakin mempersulit pasukan militer Belanda dalam menghadapi pasukan Depati Amir.***