Menuju Guru PAI Berkualitas: Memahami Kewajiban Pengembangan Diri Berkelanjutan
Sunhaji.-Dok Pribadi-
Lebih lanjut, PermenPAN-RB Nomor 16 Tahun 2009 mengatur PKB sebagai elemen utama dalam penilaian kinerja dan kenaikan pangkat guru. Melalui aturan ini, negara memastikan bahwa setiap guru tidak hanya menjalankan tugas rutinnya, tetapi juga berkomitmen untuk memperbarui diri. Guru PAI, baik PNS maupun non-PNS, harus aktif dalam pelatihan, publikasi ilmiah, dan penciptaan karya inovatif sebagai indikator profesionalisme.
Dalam konteks Kementerian Agama, sistem informasi seperti EMIS juga mulai mengintegrasikan komponen PKB dalam penilaian kinerja guru PAI. Dengan demikian, aspek pengembangan diri tidak lagi bersifat administratif, melainkan menjadi bagian integral dari sistem pembinaan karier. PKB bukan sekadar tuntutan birokratis, tetapi instrumen peningkatan mutu pendidikan agama nasional.
Dalam menghadapi tantangan baru abad ke-21, Guru PAI harus terus belajar untuk bisa mengintegrasikan teknologi digital dalam pembelajaran, mengembangkan literasi digital siswa, serta menghadapi isu-isu seperti intoleransi dan radikalisme. Tanpa kemampuan adaptif yang tinggi semacam itu, guru PAI akan kesulitan menanamkan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin secara kontekstual di ruang kelas.
Beberapa Tawaran Strategis
Dalam upaya menjawab tantangan tersebut, PKB bagi guru PAI perlu dijalankan secara sistematis melalui tiga komponen utama, yakni pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. Ketiganya saling melengkapi dan menjadi fondasi bagi peningkatan mutu profesi guru.
Pertama, pengembangan diri melalui pelatihan, diklat, seminar, dan kegiatan kolektif seperti MGMP PAI adalah wadah utama peningkatan kompetensi. Melalui forum semacam itu, guru tidak hanya memperoleh ilmu baru, tetapi juga membangun jejaring profesional dan berbagi pengalaman antar rekan sejawat.
Data keaktifan guru PAI dalam MGMP menunjukkan korelasi positif terhadap peningkatan kualitas pembelajaran. Guru yang aktif dalam MGMP cenderung lebih kreatif dalam menyusun RPP, menggunakan media pembelajaran digital, dan berani bereksperimen dengan metode kontekstual. MGMP menjadi laboratorium mini tempat lahirnya ide-ide segar bagi dunia pendidikan agama.
Kedua, publikasi ilmiah menjadi sarana refleksi dan kontribusi intelektual. Guru yang menulis akan berpikir lebih kritis terhadap praktik pembelajarannya. Melalui penelitian tindakan kelas (PTK) dan artikel ilmiah, guru menemukan cara baru dalam mengatasi kesulitan belajar siswa. Publikasi juga menjadi bentuk tanggung jawab moral guru terhadap pengembangan ilmu pendidikan Islam secara lebih luas.