Baca Koran babelpos Online - Babelpos

Tetap Muslim, Tetap Modern

Rozi.-Dok Pribadi-

 

Selain teknologi, modernisasi juga membawa tantangan identitas. Banyak anak muda di Indonesia merasa bahwa menjadi modern berarti harus menjauh dari agama. Ada yang lebih percaya diri tampil dengan gaya hidup “westernized” ketimbang memaknai ulang nilai-nilai Islam secara kreatif. Kita bisa lihat fenomena di kota-kota besar, di mana sebagian generasi muda lebih akrab dengan budaya pop luar negeri daripada dengan tradisi Islam yang sebenarnya sangat kaya. 

 

Tapi di sisi lain, ada pula kebangkitan positif. Komunitas hijrah yang tumbuh di berbagai kota menunjukkan bahwa generasi muda Muslim justru ingin menemukan cara baru menjadi religius di era modern. Ada yang berdakwah lewat musik, ada yang menggerakkan kajian lewat podcast, ada pula yang menggabungkan bisnis startup dengan nilai-nilai syariah. Ini menunjukkan bahwa modernisasi tidak otomatis menjauhkan orang dari Islam. Yang dibutuhkan adalah kreativitas untuk menghadirkan Islam dengan wajah yang ramah, segar, dan tetap mendalam.

 

Indonesia juga memberi contoh nyata bagaimana Islam beradaptasi dengan modernisasi lewat ekonomi. Dunia modern hari ini sedang krisis akibat sistem kapitalisme yang menciptakan kesenjangan dan eksploitasi. Islam sebenarnya menawarkan sistem alternatif lewat ekonomi syariah: ada larangan riba, ada prinsip keadilan, ada zakat, dan ada konsep berbagi hasil. Di Indonesia, hal ini bisa kita lihat dengan berkembangnya perbankan syariah, koperasi syariah, hingga industri halal. Bahkan, sektor pariwisata halal kini jadi unggulan di beberapa daerah seperti Lombok dan Aceh. 

 

Hal ini membuktikan bahwa Islam tidak hanya mampu berbicara dalam ranah spiritual, tetapi juga mampu memberikan jawaban praktis untuk masalah ekonomi modern. Modernisasi bukan berarti harus mengikuti arus kapitalisme mentah-mentah, melainkan bisa dikombinasikan dengan nilai Islam untuk menghadirkan keadilan sosial.

 

Tantangan modernisasi juga terlihat dalam gaya hidup konsumtif. Kita sering melihat betapa anak muda Indonesia lebih suka menghabiskan waktu di mal atau sibuk mengejar tren fashion terbaru, padahal kadang kebutuhan dasarnya belum terpenuhi. Fenomena “pay later” yang marak dipakai untuk belanja online adalah contoh nyata. Banyak orang yang akhirnya terjebak utang hanya demi memenuhi gaya hidup modern. Padahal Islam sudah sejak awal memberi peringatan agar hidup sederhana, tidak boros, dan menghindari riba. Kalau nilai Islam ini dihidupkan, kita bisa lebih bijak menghadapi gaya hidup modern yang serba instan.

 

Selain itu, modernisasi juga sering membawa kekosongan spiritual. Orang-orang mungkin punya teknologi terbaru, rumah mewah, dan gaya hidup glamor, tapi tetap merasa kosong. Di Indonesia, angka stres dan gangguan mental meningkat seiring dengan tekanan hidup di perkotaan. 

 

Fenomena ini menunjukkan bahwa modernisasi tidak otomatis membuat manusia bahagia. Islam menawarkan solusi lewat spiritualitas. Salat, dzikir, doa, membaca Al-Qur’an, semua itu adalah sumber energi batin yang membuat manusia merasa damai. Modernisasi boleh saja membawa perubahan luar biasa, tapi hati manusia tetap butuh ketenangan. Dalam pandangan saya, spiritualitas inilah yang menjadi nilai tambah Islam di era modern.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan