Guru yang Tak Pernah Menggurui
Hamdan Juhannis.-Dok Pribadi-
Bukan Sekadar Pemaaf, tapi Pemohon Maaf
Saat Menteri Agama meluncurkan gagasan "Kurikulum Cinta", fondasinya berasal dari kesejatian dirinya sebagai guru. Karena dia guru sejati, dia memahami bahwa perubahan dalam dunia pendidikan harus dimulai dari kurikulum. Karena dia guru sejati, dia sadar bahwa cinta adalah "doktrin" terbaik untuk merawat keharmonisan bangsa. Bukankah aspek itu yang mendesak untuk menjadi sumbangan terpenting dunia pendidikan hari ini?
Karena beliau guru sejati, ia mafhum bahwa cinta adalah "senjata" terbaik untuk memerangi segala potensi ketidakstabilan bangsa karena merebaknya egoisme, keakuan atau kesombongan yang berakibat pada peminggiran nilai-nilai kemanusiaan.
Itulah, saat dia meminta maaf pada khalayak guru atas pernyataannya, saya menilai secara bersamaan dia juga meminta maaf pada dirinya. Karena siapa di antara guru yang lebih guru dari dirinya. Tanpa membuang waktu, dia memilih meminta maaf, padahal dia bisa menjelaskan panjang lebar apa sesungguhnya yang dia maksud ketika menyampaikan pernyataan yang terpotong itu di media sosial. Beliau tidak mau melakukannya, karena sebagai guru sejati, mungkin hanya satu yang dia hindari seperti yang bisa dinilai selama ini, dia tidak mau menjadi "guru yang suka menggurui."(Sumber kemenag.fo.id, dengan judul yang sama)