Demokrasi Bangka Belitung: Antara Prosedur dan Ketakutan Sosial
Valery Muhammad Gibran.-Dok Pribadi-
Hierarki, Ketundukan, dan Kekuasaan yang Tak Teruji
Aspek lain yang patut diperhatikan adalah budaya politik patronistik yang membentuk pola hubungan antara warga dan elite lokal. Dalam masyarakat yang menjunjung tinggi relasi hierarkis dan loyalitas personal, muncul fenomena autoritarian submission, yaitu kecenderungan untuk tunduk dan mempercayai pemegang otoritas secara tidak kritis.
Psikolog sosial Bob Altemeyer menyebut pola ini sebagai bagian dari Right-Wing Authoritarianism (RWA), di mana individu lebih mudah menerima kebijakan represif selama datang dari figur otoritas yang dianggap sah. Ini menjelaskan mengapa kebijakan yang membatasi kebebasan sipil dapat diterima secara sosial, bahkan tidak dianggap sebagai masalah demokrasi.
Jalan Keluar: Demokratisasi dari Dalam
Peningkatan indeks demokrasi tidak bisa hanya dilakukan melalui kebijakan formal. Ia harus menyasar transformasi psikologis masyarakat, yakni melalui:
1. Membangun sense of agency warga
Pendidikan demokrasi harus berfokus pada penguatan self-efficacy politik, yaitu keyakinan bahwa individu mampu memengaruhi kebijakan. Ini bisa dibangun melalui pelibatan langsung warga dalam perencanaan dan evaluasi kebijakan publik, bukan sekadar sosialisasi sepihak.
2. Menormalisasi perbedaan dan kritik
Dalam masyarakat yang terbiasa menghindari konflik, perlu ruang-ruang aman (safe spaces) untuk melatih ekspresi perbedaan secara konstruktif. Forum diskusi publik, teater rakyat, atau podcast lokal bisa menjadi media untuk membongkar tabu politik dan membentuk kebiasaan berpikir kritis.
3. Mendesain partisipasi yang berbasis relasi psikologis yang setara