BERSEMBUNYI DI RANGOUW
Akhmad Elvian-screnshot-
Bujang Singkip dan Oemar, bekas panglima perang Depati Amir yang berlindung ke BatinTikal di Penyampar, tidak tahu persis melarikan diri kemana, kabar selanjutnya dari administratur di Koba, Boedjang Singkip dengan Oemar ada di hutan dekat Rangouw (Kampung Rangouw dekat sungai Rangouw, distrik Koba). Barisan pasukan militer segera dikirim untuk menemukan mereka. Pasukan militer Belanda dari beberapa spionase kemudian menduga, bahwa Dua orang pemberontak terakhir dari Bangka, panglima perang Depati Amir ini melarikan diri ke Riau Lingga. Dalam Besluit 25 Maret 1851, Nomor 13, dinyatakan … d. van 11 Februari 1851 no. 360, naar aanleiding van Riouw by brief van den algemeenen secretaris van 24 Februarij 1951 no. 48 is aangeschreven, dat hy zich gemagtigd behoort te bezchouwen, om mierwy de zuschenkomst van den Sulthan van Linga en den onderkoningvan Riouw onteroepe, tot opvatting van de Bankasche muitelingen door Oemar en Boedjang Singkep, en dien het dezen gelukken mogt naar Lingasch grond gebied te ontslugten. Maksudnya: … d. Surat tanggal 11 Februari 1851, Nomor 360 disebabkan oleh karena Residen Riau mendapat surat dari sekretaris pemerintah tanggal 24 Februari 1851 Nomor 487, memerintahkan Residen Riau diizinkan menyeru kepada Sultan Lingga dan Raja Riau untuk menangkap pemberontak Oemar dan Boedjang Singkip yang berhasil melarikan diri ke Lingga.
Selanjutnya pengikut terakhir dari Depati Amir terus melakukan perlawanan pada Bulan Agustus 1864, Dua orang terakhir pengikut Depati Amir bernama Oemang dan Roesin kembali melakukan perlawanan di distrik Blinju dan Sungai Liat. Suasana ketakutan dan kembali memanas di pulau Bangka. Oemang berhasil ditangkap oleh Administratur Vosmaer pada Tanggal 12 Agustus 1864, dan kemudian Roesin ditangkap oleh Demang Abdul Sukur pada Tanggal 15 Agustus 1864, keduanya di penjara di Dua distrik tersebut. Menurut catatan Belanda, bahwa Oemang meninggal 2 bulan setelah ditahan akibat sakit perut, sedangkan Roesin karena selalu berkeliaran (selalu dapat keluar dari sel tahanan) oleh Landraad Bangka diperintahkan menjadi “Orang Rantean” atau Orang Rantai dan melakukan kerja paksa dikirim ke Padang dan dipekerjakan secara paksa di Tambang Batubara Sawahlunto, pada Tanggal 11 November 1867, berdasar Besluit pemerintah Hindia Belanda Tanggal 24 Agustus 1867, Nomor 10.***