Baca Koran babelpos Online - Babelpos

Pulau Tujuh (7 Eiland) (1)

Akhmad Elvian dan Pulau Tujuh.-screnshot-

Kawasan atau rute perdagangan di bagian Barat Nusantara sebagai jalur perdagangan Lada dan Timah, merupakan kawasan yang menjadi perhatian utama bagi Kesultanan Demak, Kesultanan Banten, Kesultanan Palembang serta kerajaan-kerajaan di pesisir Timur pulau Sumatera seperti Riau Lingga, Siak dan Jambi. Konstelasi politik dan ekonomi yang berkembang di kawasan selat Bangka, selat Malaka dan selat Karimata semakin ramai ketika dimulainya hegemoni bangsa asing kulit putih menancapkan kuku kekuasaannya sekitar abad 18 Masehi. Tarik menarik hubungan dan pengaruh antar kekuasaan di wilayah yang dinamakan kawasan pantai-pantai niaga yang disenangi (the favoured commercial coast) kemudian terjadi antara Kesultanan Palembang, Kerajaan Johor-Riau-Lingga, Kesultanan Siak, Kesultanan Banten, Portugis, VOC, dan Inggris, sehingga kawasan ini semakin meramaikan catatan sejarah. 

Perebutan awal pengaruh dan penguasaan atas pelayaran dan rute perdagangan di kawasan pantai-pantai niaga yang disenangi (the favoured commercial coast) diawali dengan perang antara Kesultanan Banten dan Kesultanan Palembang ketika Banten pada waktu itu diperintah oleh Sultan Maulana Muhammad bergelar Kanjeng Ratu Banten Surosowan atau Pangeran Ratu ing Banten (memerintah Tahun 1580-1596 Masehi). Maulana Muhammad yang didampingi oleh Mangkubumi dan Pangeran Mas mengerahkan sekitar 200 kapal perang. Selain itu Maulana Muhammad memerintahkan penguasa Lampung, Seputih dan Semangka untuk menyerang Palembang dari darat. Dalam pertempuran di Palembang dan di sekitar sungai Musi, Maulana Muhammad tewas dan pasukannya kembali ke Banten. Maulana Muhammad dikebumikan di serambi masjid Agung Banten dan dikenal dengan sebutan Prabu Seda ing Palembang atau Pangeran Seda ing Rana. Pada saat peperangan antara Kesultanan Banten dan Palembang, salah seorang putera sultan Banten bernama Ratu Bagus melarikan diri ke pulau Nangka kemudian terus pindah dan menetap serta wafat di Bangkakota. Makam Ratu Bagus di Bangkakota dikenal masyarakat setempat dengan sebutan keramat Ratu Bagus atau keramat Jatisari. 

Pada masa Kesultanan Banten diperintah oleh Sultan Ageng Tirtayasa yang bergelar Sultan Abu Al fath Abdul fattah Muhammad Syifa Zaina Al Arifin (memerintah Tahun 1651-1684 Masehi) wilayah dan pengaruh kekuasaan Kesultanan Banten sangat besar di nusantara. Pengaruh kekuasaan diperluas sampai ke wilayah Cirebon, pulau Bangka dan sekitarnya, Makassar dan Indrapura. Kekuasaan Kesultanan Banten di pulau Bangka berpusat di daerah Bangkakota di bawah Pemerintahan Panembahan Serpu dan Bupati Nusantara (Raja Muda). Untuk melaksanakan pemerintahan di pulau Bangka diangkatlah beberapa patih dan proatin (wakil patih) serta para batin yang berasal dari penduduk pribumi pulau Bangka.(***/bersambung)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan