25 Tahun Babel, Negeri Ngeruce
Ahmadi Sopyan-screnshot-
Oleh: AHMADI SOFYAN
Penulis Buku / Pemerhati Sosial Budaya
MEMBANGUN negeri ini harus kembali pada budaya “bekisah”, karena dulu negeri ini berdiri menjadi Provinsi diawali oleh “bekisah” oleh orang-orang yang ingin melihat putra-putri Bangka Belitung maju, bukan produksi “ayam negeri”, apalagi dari negeri lain!
------------
JIKA diibaratkan manusia, umur 25 tahun artinya sudah mencapai kedewasaan. Pastinya sudah berulangkali mendapatkan nasehat dari para orangtua, seperti kemandirian, kebijaksanaan, adab dan adat, agar anaknya tidak sengsara dan menyengsarakan. Sebab usia 25 tahun bukan lagi anak-anak, bukan lagi dinasehatin dengan ancaman, tapi ia sudah dengan kebiijaksanaan.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, hari ini memasuki usia 25 tahun. Ia sudah hampir mencapai usia dewasa, usia dimana sudah layak berrumah tangga, apalagi sosoknya adalah gadis penuh pesona. Tapi usia itu juga adalah usia dimana bergelora semangat muda untuk mencapai kesuksesan diri guna mencapai cita-cita. 25 tahun adalah usia dimana tak lagi ditolerir sikap bermanja ria, sudah wajib senonoh alias inga, menutup aurat dari pandangan orang-orang yang tak berhak, sudah mampu mengasuh adik-adiknya dan lebih dari itu usia 25 tahun adalah usia yang cukup sensitif, baik dan buruknya begitu gampang dirasuki apalagi dengan kecanggihan teknologi modern, globalisasi, modernisasi dan westernisasi seperti sekarang ini.
25 tahun Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang diperjuangkan bukan jalan lurus dan mulus, namun membutuhkan keringat, air mata, materi, konsep dan berbagai lika-liku serta romantika panjang dari para pejuang pembentukan Provinsi 3 generasi. Oleh karenanya, perjuangan itu tak boleh kita sia-siakan oleh siapapun dan dengan alasan apapun. Duduk bareng, diskusi mencari persoalan yang ada, serta bersama-sama mencari celah solusi agar negeri ini tidak mati sebelum waktunya.
Bekisah atau Ngeruce?
NEGERI Serumpun Sebalai, begitulah kesepakatan para orangtua kita memberikan konsep yang telah ditetapkan guna menyebut Provinsi tercinta Kepulauan Bangka Belitung. Saya pribadi sangat setuju dan angkat topi kepada para orangtua yang telah memberikan konsep tersebut dan semoga itu semua adalah do’a yang berbalut harapan besar akan keberlanjutan negeri yang telah diperjuangkan ini. Bagi saya, memaknai Serumpun adalah “serempon” atau satu rumpun pohon yang kokoh walau memiliki banyak cabang dengan dedaunan hijau. Pohon yang tinggi menjulang langit namun akar harus kokoh membumi sehingga tak gampang roboh kala tertiup angin.
Sebalai memiliki makna bahwa bale-bale atau juga bisa dimaknai sebagai mahligai atau tempat kita berteduh dari panas terik matahari serta guyuran hujan. Tempat kita bernaung sambil bercerita tentang kisah Pak Udak dan Mak Udak, bekisah tentang heroiknya perjuangan Depati Amir, bekisah tentang lada yang pernah jaya, bekisah tentang kekayaan tanah yang berisikan timah, romantika perjuangan Babel hendak menjadi Provinsi hingga 3 generasi sampai dengan bekisah masa depan yang akan dicapai guna mewujudkan Provinsi Teladan sebagaimana dulu itu menjadi harapan.
Mahligai tentunya memiliki halaman tempat kita dan anak-anak bersantai ria, tari bedincak, bermain dambus, main sembilun, semunyik gong, sedabal, rudat, tari campak, bershalawat, menganyam sungkok resam, melukis batik cual atau batik kampung katak. Halaman mahligai juga tempat kita melatih anak-anak pencak silat agar mereka menjadi kstaria negeri, mempertahankan dari berbagai serangan yang akan merusak tatanan kemelayuan Negeri Serumpun Sebalai.
Di halaman mahligai juga kita bisa bekisah tentang alam negeri yang rimbun oleh pepohonan dan satwa yang tak ada di daerah lain. Bekisah tentang sungai bening yang mengalir penuh dengan ikan-ikan seperti baung, udang, kelincah, betutu, seluang, kepaet, kelik, delek, kiyung, keperas dan ratusan jenis lainnya. Juga di halaman mahligai kita bekisah tentang laut dan isinya serta pulau-pulau indah mengilingi Negeri sambil sesekali menikmati lempah darat, lempah kuning serta lalapan cecel rusip.
Di halaman mahligai juga kita menerima tamu dengan keramahan dan keterbukaan. Sebagaimana filosofi sungkok resam yakni keterbukaan dan ramah namun memiliki wibawa sebagai tuan rumah. Di halaman mahligai ini kita sajikan tamu dengan kritek, kericu, kempelang panggang, otak-otak cecel tauco serta minuman berupa thai fu shui atau sirup jeruk kunci.