Oleh Kristia Ningsih
Penulis Lepas di Bangka Belitung
Lisan yang jarang atau (jika mampu) tak pernah menjelek-jelekkan orang lain pertanda pribadi berkualitas. Sederhananya, sekalipun bagi seorang penjahat; kita senang dengan pribadi yang terpuji seperti di atas. Harus diwaspadai, jika kita tak senang dengan kepribadian seperti itu, barangkali ada yang tak beres dengan hati kita, dengkikah?
Tidak menjelek-jelekkan orang lain saja, sudah terpuji. Artinya seseorang itu tak mau menjadikan kekurangan orang lain menjadi bahan olok-olok. Itu tingkat terbawah. Adapun pribadi yang hanya membicarakan keburukan orang lain untuk suatu konteks—bukan untuk menghabiskan waktu—itu saja membuat tidak nyaman bagi yang mendengar.
Membicarakan keburukan orang lain ini seolah sebagai alat ukur suatu kepribadian. Bukan hanya pada pembicaranya, tetapi juga bagi pendengarnya. Apakah seseorang itu akan turut ‘makan bersama’ atau diam saja, atau bahkan berpura-pura tidak mendengar dan mengalihkan pembicaraan. Masing-masing respons itu seperti menjelaskan tingkat kepribadiannya.
Setiap hari kita selalu berada dalam sarang laba-laba kepribadian tak terpuji ini. Mengapa? Kita hidup dalam lingkungan sosial. Setidaknya, sesekali kita berbincang dengan orang lain. Dalam interaksi itu, seseorang bisa saja tidak biasa membicarakan aib saudaranya. Akan tetapi, sayangnya, ia bisa saja terpeleset menjadi penimpal berita buruk ‘yang telaten’. Kelompok yang manakah kita?
Ini bukan tentang ingin menjadi seseorang yang terpuji: itu narsis. Ini tentang, menjaga diri dari jeratan gibah. Lantas, dapatkah kita lari dari jebakan sosial ini? Tentu, di sinilah gunanya petunjuk hidup. Jika kita merasa benar-benar mudah terjebak dalam membicarakan ataupun merespons percakapan mengenai keburukan orang lain—atau memakan bangkai saudara kita sendiri—artinya, kita butuh petunjuk.
Persoalannya, apakah kita akan benar-benar mengikuti petunjuk? Jika ya, maka mestinya kita meresapi petunjuk ini: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12)
Ada kata jangan dalam potongan surat Al-Qur’an di atas. Siapa yang mengatakan jangan: Allah, Tuhan Semesta Alam, Tuhan Yang Maha Pengampun. Dengan lembut, kita diberi petunjuk sekaligus peringatan. Membicarakan keburukan orang lain dilarang! Oleh karenanya, ulama sepakat, membicarakan keburukan orang lain merupakan dosa besar (rumaysho.com).