KORANBABELPOS.ID.- Majelis hakim menilai, kebijakan Eks Dirut PT TImah Tbk Muchtar Riza Pahlevi Thabrani (MRPT), tergolong aneh dan berliku-liku sehingga PT Timah Tbk membeli dengan Harga tinggi ke smelter swasta.
''Aneh-aneh kerjaanmu! Itu kan termasuk aneh, muter-muter dia," kata majelis hakim mendengar penjelasan MRPT.
Terdakwa MRPT sendiri dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa lainnya masing-masing Hervey Moeis, Dirut PT RBT Suparta, Direktur Pengembangan PT RBT Reza Ardiansyah.
Pertanyaan majelis dibuka soal instruksi 030 yang dipakai sebagai landasan hukum bagi PT Timah dalam membeli biji timah dari pihak swasta.
BACA JUGA: Sidang Tipikor Tata Niaga Timah Aon Cs, Saksi Tak Sebut Terdakwa?
"Instruksi 030 kami mengambil landasan hukumnya adalah pengamanan objek vital nasional karena PT Timah adalah bagian dari obvitnas (objek vital nasional)," dalih Riza.
Hakim menanyakan mengapa masyarakat tak mau menjual bijih timahnya ke PT Timah. Dalih Riza, pihaknya membeli bijih timah dari masyarakat dengan harga murah dan sistem pembayaran dilakukan secara transfer.
"Terus ada nggak kendala kenapa penambang-penambang itu tidak mau jual ke PT Timah?" tanya hakim.
"Ada beberapa faktor, satu, term pembayaran PT Timah itu selalu memakai sistem transfer karena kita awalnya...," jawab Riza.
"Udah transfer, sistem transfer, gitu, agak lambat. Begitu ya. Jadi jangan berliku-liku. Terus yang kedua murah tidak?" cecar hakim.
"Kompensasi PT Timah lebih murah daripada...," jawab Riza.
Majelis hakim menanyakan ini, karena heran PT Timah memilih membeli bijih timah dari smelter swasta dengan harga yang lebih mahal. Hakim mengatakan harga bijih timah yang dibeli PT Timah dari smelter swasta empat kali lipat dari harga bijih timah jika dibeli langsung ke masyarakat.
"Itu yang saya maksud, lebih murah. Kenapa kita beli di masyarakat murah? Terus kita kerja sama sama smelter kita berani bayar mahal? Nggak terbalik?" tanya hakim.
Hakim mempertanyakan lantaran peleburan yang diberikan ke PT Timah dari smelter swasta hanya 98 persen. Hakim mencecar Riza soal kerja dua kali yang dilakukan PT Timah, yakni melakukan peleburan kembali setelah peleburan dari smelter swasta untuk memperoleh kadar 99,9 persen.
"Kenapa yang diberikan ke kita cuman 9,8 persen kita lebur kembali? Kan dua kali kerja," kata hakim.