Dalam upaya menguatkan sinergi dan kerja sama dalam upaya mendukung pengembangan UMKM sebagai tulang punggung perekonomian nasional, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) kini resmi menjalin kerjasama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Menurut keterangan Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki, Pemerintah berkomitmen untuk terus melindungi UMKM dari ancaman serbuan produk impor, dengan memastikan implementasi standardisasi nasional dengan lebih ketat.
"Kami akan mempererat kerja sama dengan BPOM untuk percepatan UMKM untuk mendapatkan izin edar, teknisnya sudah kami bahas panjang dan visi kami sudah sama tinggal bagaimana teknisnya," ujar MenKopUKM Teten dalam keterangan resminya pada Jumat 20 September 2024.
Bersama BPOM, KemenKopUKM juga berkomitmen untuk mengakselerasi sektor UMKM khususnya di sektor pangan olahan untuk bisa mendapatkan izin edar dengan lebih mudah. Salah satunya adalah mengatasi isu yang dibahas terkait persetujuan izin edar produk UMKM, khususnya produk pangan olahan yang perizinannya diterbitkan oleh BPOM.
Diakui Menteri Teten, salah satu kendala yang dihadapi UMKM untuk mendapatkan izin edar adalah biaya yang cukup mahal.
Untuk itu KemenKopUKM dan BPOM terus melakukan terobosan dengan memberikan insentif bagi pelaku UMKM dalam mengurus perizinan tersebut. "Kedua pihak telah berkomitmen untuk mencari solusi bersama agar UMKM mendapat kemudahan untuk produk-produk yang dari segi standardisasi memenuhi syarat agar mendapatkan izin edar dengan lebih cepat," kata Menteri Teten.
Sementara itu menurut Kepala BPOM Taruna Ikrar, dirinya menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk memfasilitasi penerbitan izin edar bagi UMKM terutama PIRT (pangan Industri Rumah Tangga) selama syarat-syarat administratifnya terpenuhi.
Menurutnya, UMKM saat ini telah menjadi tulang punggung dan sumber utama perekonomian nasional sehingga seluruh kebijakan terkait pengembangan ekosistem UMKM harus mendapat dukungan dari semua pihak. "Sekarang yang terdaftar di BPOM untuk UMKM produsen pangan olahan itu baru sekitar 6.000-an. Jadi tentu masih sangat banyak potensi yang kita bisa berdayakan," kata Taruna. (DIS)