SEJAK diumumkan secara resmi, rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) menjadi 12 persen kerap menimbulkan perdebatan tersendiri dari berbagai kalangan, baik itu dari pakar ekonom ataupun masyarakat itu sendiri.
---------------
PASALNYA, kenaikan pajak PPn dari 11 persen menjadi 12 persen tersebut kerap kali dianggap sebagai penambah beban dan tekanan pada masyarakat golongan menengah ke bawah.
Hal serupa juga diungkapkan oleh para Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).
Menurut keterangan Direktur Eksekutif, Esther Sri Astuti, skenario kenaikan PPn berpotensi untuk menyebabkan kontraksi kepada perkonomian Indonesia.
"Kalau ini diberikan suatu kebijakan kenaikan tarif PPn, yang terjadi adalah kenaikan tarif ini membuat perekonomian terkontraksi," jelas Esther dalam diskusi publik INDEF yang bertajuk 'Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat', yang digelar secara daring pada Kamis 12 September 2024.
BACA JUGA:Iuran Pajak dan PNBP PT Timah Rp 286,242 Miliar
Esther menambahkan, kenaikan PPn 12 persen ini artinya juga akan berdampak kepada penurunan upah nominal, inflasi yang juga akan terkontraksi menjadi -0,84 persen, serta menurunnya daya beli masyarakat.
"Income real-nya juga akan turun, kemudian pertumbuhan ekonomi akan turun, dan pertumbuhan ekonomi pun juga akan turun," ujar Esther.
Menurut Esther, jika skenario PPn ini diteruskan maka akan berdampak langsung kepada penurunan pendapatan masyarakat, yang pada akhirnya juga akan menyebabkan penurunan daya beli masyarakat.
Esther juga menambahkan, bahwa penurunan daya beli ini nantinya tidak hanya akan dialami oleh masyarakat yang berasal dari perkotaan saja, namun juga masyarakat yang bertempat di wilayah pedesaan.
"Kenaikan tarif PPn juga akan menurunkan pendapatan riil dan konsumsi masyarakat. Target pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai jika hanya mengandalkan konsumsi," pungkasnya.
BACA JUGA:Pemprov Babel Bidik Pajak Biaya Labuh Kapal
Kendati begitu, hingga saat ini Pemerintah masih belum memberikan kepastian mengenai pemberlakukan kebijakan ini.
Dalam sejumlah kesempatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pelaksanaan kebijakan itu tergantung pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.***