*Kades : Tak Ada Izin PT Timah
TOBOALI - Sudah ratusan Ponton Induk Produksi (PIP) yang garap timah di laut Desa Rajik, Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka Selatan (Basel). Terpantau dari pinggir garis pantai kepulan asap mengepul tinggi yang menandakan bahwa PIP tersebut sedang bekerja menghisap bijih timah di Laut Rajik. Bahkan terlihat di lokasi terdapat dua PIP yang baru dirakit dan diduga akan beroperasi setelah selesai.
Kepala Desa Rajik, Ruslan, saat dikonfirmasi mengatakan, bahwa PIP tersebut ilegal karena tidak mengantongi izin Surat Perintah Kerja (SPK) dari PT Timah Tbk. "PT Timah Tbk tidak mengeluarkan SPK atas aktivitas PIP di laut Rajik," ungkapnya.
"Sudah dari dulu bekerja memang tidak memiliki izin karena yang menambang di laut rata-rata orang setempat," imbuhnya.
Disebutkan Ruslan, baru-baru ini ada CV yang mau mengelolah hasil bijih timah laut Desa Rajik dan sudah dilakukan verifikasi ponton yang kemungkinan pada minggu-minggu akan datang, tapi hingga saat ini belum ada kabar atau kepastian tepatnya hari apa aktivitas tersebut bejalan secara resmi.
BACA JUGA:Konflik Masyarakat Dengan Buaya di Babel Meningkat
BACA JUGA:Jalan Air Gegas Menuju Bencah Tergenang
CV tersebut juga sudah mendapatkan verifikasi dari PT Timah dengan kuota sekitar 30 PIP, namun hingga saat ini ia belum mendapatkan kabar kalau CV tersebut sudah melakukan sosialisasi ke warga atau belum. "Sudah ada CV yang mau garap tetapi hingga sekarang belum ada kabar akan melakukan sosialisasi, infonya sekitar 30 PIP kuotanya," terang Ruslan.
Lebih lanjut, untuk kontribusi mereka langsung memberikan ke warga yang sakit ataupun untuk kebutuhan Desa, dan sepengetahuannya tidak ada koordinatornya di lapangan serta berapa penghasilannya juga tidak tahu. "Kalau di awal kegiatan memang pihak desa sempat menerima kompensasi dari penambang tetapi semenjak diperiksa kita tidak berani lagi, padahal kompensasi tersebut untuk kegiatan sosial di Desa," sebutnya.
Penjualan hasil timah ini juga dibeli oleh para kolektor timah di Desa Rajik maupun dari luar Desa, karena memang rata - rata pemilik Ponton ini berhutang dulu untuk membuat Ponton, jadi wajar saja menjual ke kolektor yang menghutanginya.
"Wajar-wajar saja kalau penambang jual hasil bijih timahnya kepada kolektor yang ada di Desa maupun di luar Desa, karena mereka bikin ponton PIP berhutang terlebih dahulu kepada bos-bos pembeli bijih timah, jadi mau gimana lagi," sebutnya.
Dikatakan Ruslan, dulu sempat ada ketersinggungan APH terkait dengan aktivitas penambangan dilaut Permis ini, tetapi sudah diverifikasi karena APH yang pernah di berita di salah satu media online waktu itu, tidak pernah menerima konpensasi dari para penambang yang ada di laut Rajik. "Itu dulu sempat ada ketersinggungan dengan APH, tapi sudah diverifikasi kerumah-rumah penambang dengan menanyakan langsung dengan warga karena mereka (APH- red) tidak pernah dapat jatah dari hasil PIP," kata Ruslan.
" Makanya mereka tersinggung ketika disebut ada jatah, oleh sebab itu mereka secara dor to dor kerumah pemilik PIP, dengan menanyakan langsung bahwa mereka tidak pernah menerima konpensasi apapun dari PIP di Laut Rajik," pungkasnya. (IM)