Herawati lahir dari pasangan Raden Latip, seorang dokter yang bekerja di Billiton Maatschappij, dan Siti Alimah. Herawati berkesempatan mengecap pendidikan tinggi. Lepas dari Europeesche Lagere School (ELS) di Salemba, Jakarta, ia bersekolah ke Jepang di American High School di Tokyo. Setelah itu, atas dorongan ibunya, Herawati berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar sosiologi di Barnard College yang berafiliasi dengan Universitas Columbia, New York dan lulus pada tahun 1941.
Ia pulang ke Indonesia pada 1942 dan kemudian bekerja sebagai wartawan lepas kantor berita United Press International (UPI). Kemudian ia bergabung sebagai penyiar di radio Hosokyoku. Ia menikah dengan B. M. Diah, yang saat itu bekerja di koran Asia Raja. Pada 1 Oktober 1945, B. M. Diah mendirikan Harian Merdeka.
Herawati juga terlibat dalam pengembangan harian tersebut.
Pada tahun 1955, Herawati dan suaminya mendirikan The Indonesian Observer, koran berbahasa Inggris pertama di Indonesia. Koran itu diterbitkan dan dibagikan pertama kali dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat, tahun 1955. The Indonesian Observer bertahan hingga tahun 2001, sedangkan koran Merdeka berganti tangan pada akhir tahun 1999. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, di samping makam suaminya, B.M. Diah.
Peran Herawati Diah
Apa peran erawati Dah?
Setelah Jepang menyerah dan Soekarno-Hatta mendeklarasikan kemerdekaan RI, Herawati Diah sempat menjadi sekretaris pribadi menteri luar negeri pertama RI, Mr. Achmad Soebardjo.
Kala itu, Hera mendapatkan naskah Proklamasi Kemerdekaan RI dari rekan sesama wartawan, Burhanuddin Muhammad Diah --yang menikahinya pada 18 Agustus 1942--. Suami Hera mendapatkan naskah rancangan proklamasi tulisan tangan Soekarno.
"Naskah draft itu sempat diremas dan dibuang Bung Karno setelah Bung Sajuti Melik mengetik naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Suami saya mengambil naskah draft itu, dirapikan dan diselipkan ke buku catatan yang dibawanya," kenang Hera.
"Keesokan hari saya mendapati naskah itu, dan was-was saat menerjemahkan sambil menyampaikan ke teman-teman wartawan asing, setelah Bung Karno membacakan teks bersejarah berdirinya Republik Indonesia," sambungnya.
Setelah menerjemahkannya, Herawati menyebarkan terjemahan teks Proklamasi Kemerdekaan RI kepada pers luar negeri. Saat melakukannya, ia mendapatkan bantuan dari sang suami dan rekan sejawat pers termasuk Adam Malik --wartawan yang juga mantan Menteri Luar Negeri dan Wakil Presiden Soeharto--.
Herawati tetap menggeluti dunia jurnalisme meski sang suami dilantik sebagai pejabat dan menempati posisi penting sebagai duta besar hingga Menteri Penerangan RI.
Herawati tetap rutin membaca dan menulis media massa berbahasa Indonesia maupun asing hingga akhir hayatnya. Herawati menghembuskan napas terakhir pada 30 September 2016 di usia 99 tahun.***