Tahun ajaran 2024/2025 menjadi momen penting bagi orang tua yang baru saja memasukkan anak-anak mereka ke sekolah. Mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi, proses ini melibatkan tidak hanya penyesuaian biaya, tetapi juga doa dan usaha yang sungguh-sungguh.
Banyak orang tua mampu mengatasi biaya pendaftaran di sekolah swasta, bahkan ada yang memanfaatkan jaringan pribadi untuk melewati persyaratan ketat di institusi ternama. Namun, kehidupan ini pada akhirnya selalu adil.
Oleh Kristia Ningsih, (Penulis Lepas di Bangka Belitung)
Sebagai contoh, saya mengingat pengalaman pertama saya saat mendaftarkan putri sulung di sebuah PAUD. Meskipun lingkungan pengajaran terlihat ramah dan administrasi sekolah terorganisir dengan baik, faktor utama dalam pembelajaran tetaplah anak itu sendiri. Yang lebih penting, apakah ia benar-benar ingin belajar dan merasa nyaman di lingkungan, bersama teman-teman serta guru-gurunya.
Ketika ia masih belum nyaman di lingkungan baru, inilah gunanya kelas orang tua yang membersamai anaknya di satu minggu pertama sekolah PAUD. Di saat tersebut, orang tua dapat memikirnya cara agar sang anak bisa beradaptasi sekaligus menyenangi proses belajarnya. Tentu saja tanpa paksaan.
Hal ini penulis ketahui setelah pengalaman mengajar selama hampir satu dasawarsa. Penulis sering menghadapi tantangan motivasi dari para siswa. Motivasi ini tidak bisa dipaksakan atau ditekan secara psikologis.
Terkadang, orang tua terlalu bersemangat dan memaksakan pilihan jurusan pada anak mereka tanpa memperhitungkan apa yang sebenarnya diinginkan oleh anak tersebut. Bahkan, tanpa masalah yang jelas, ada anak yang tiba-tiba kehilangan motivasi secara misterius, yang memerlukan pendekatan yang lebih dalam.
Dalam situasi seperti ini, orang tua mungkin mengeluh kepada guru kelas tentang upaya mereka dalam memotivasi anak tanpa hasil yang signifikan. Di sekolah, guru juga mungkin merasa kesulitan mengatasi ketidakmampuan belajar siswa. Kadang-kadang, masalah ini bisa disebabkan oleh kurangnya komunikasi efektif antara orang tua dan anak yang mungkin tidak disadari sebelumnya.
BACA JUGA:Tantangan: Pendidikan Karakter Atasi Krisis Moral
Pertama-tama, orang tua harus menyadari bahwa anak mungkin tidak nyaman jika kekurangannya dibahas di depan orang lain selain orang tua dan anak itu sendiri. Sangat penting untuk menyelesaikan masalah ini secara pribadi bukan dengan cara yang terburu-buru dan tidak mempertimbangkan perasaan anak.
Dalam hal ini, guru yang menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 berarti pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak. Pengajar memiliki empat kompetensi yakni profesional, sosial, pedagogi, dan kepribadian.
Kompetensi kepribadian inilah kelak yang akan berguna menghadapi tantangan motivasi anak. Guru ialah seorang yang dituntut untuk berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat.