Indonesia akan membutuhkan 106 hingga 120 kargo LNG pada 2025, untuk menghindari potensi kekurangan gas, karena pertumbuhan konsumsi domestik melampaui pasokan. Hal itu disampaikan Ketua Indonesian Gas Society Aris Mulya Azof dalam IndoPACIFIC LNG Summit 2024, di Hotel Sofitel di Nusa Dua, Bali, yang diadakan pada 16-17 Juli. Peningkatan permintaan yang signifikan ini disebabkan oleh berkurangnya pasokan gas pipa dari ladang tua di wilayah Jawa Barat dan Sumatra, sementara permintaan domestik diperkirakan akan terus meningkat. Sementara itu, proyek-proyek baru, termasuk Lapangan Abadi di blok Masela yang sebagian besar berada di Indonesia timur, diperkirakan baru akan beroperasi setelah 2027.
PGN diharapkan akan membeli sekitar 23 kargo LNG untuk memenuhi kebutuhan pada 2025, hal ini meningkat dari penyerapan 3 kargo pada tahun 2024; sementara PLN akan membutuhkan tambahan 27 kargo LNG. Secara total, Indonesia berpotensi mengimpor hingga 35 kargo LNG tahun depan, mengingat suplai domestik hanya mencapai 14 kargo.
Oleh karena itu, kata Aris Mulya, pemerintah harus segera mengambil tindakan cepat untuk mempercepat infrastruktur gas dan pengembangan hulu. "Memastikan harga gas yang ekonomis bagi produsen hulu, dan mendorong kemitraan publik-swasta untuk memanfaatkan keahlian dan pendanaan sektor swasta," kata Aris.
Kebutuhan mendesak akan impor LNG menyoroti pentingnya investasi dalam ladang gas dan infrastruktur baru untuk memenuhi permintaan energi yang terus meningkat. Komitmen pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan gas domestik dan mengurangi ekspor akan sangat penting dalam menjaga keamanan energi dan mendukung pertumbuhan ekonomi. "Selain itu, insentif keuangan yang ditargetkan, seperti pengurangan pajak, pinjaman berbunga rendah, dan subsidi langsung, dapat membantu mengurangi biaya awal yang tinggi dalam mengembangkan infrastruktur gas yang kritis, terutama untuk mendukung kebutuhan LNG," jelas Aris.
Berdasarkan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, pemerintah baru-baru ini memutuskan untuk memberikan izin bagi kawasan industri untuk mengimpor LNG dan membangun infrastruktur regasifikasi LNG. Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) mengidentifikasi 7 lokasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) baru yang berpotensi untuk pengembangan jaringan gas alam.
Menurut neraca gas alam 2023-2032, sektor industri mengkonsumsi 30,83% gas, diikuti oleh sektor listrik sebesar 11,82%, dan sektor pupuk sekitar 11%. 22,18% dari produksi gas diekspor sebagai LNG dan 8,40% sebagai gas pipa. Presiden baru-baru ini menandatangani undang-undang tentang gas alam untuk kebutuhan domestik, yang menetapkan kewajiban pemenuhan domestic market obligation (DMO) sebesar 60 persen.
PGN memperkirakan bahwa untuk periode 2024-2034, tambahan pasokan gas regasifikasi LNG yang dibutuhkan sekitar 73 miliar British thermal units per hari (BBtud) – 355 BBtud. Perkiraan ini setara hingga 25 persen dari total pasokan gas untuk kebutuhan pelanggan PGN di seluruh indonesia. (jpnn)