Presiden Joko Widodo telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online dengan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring. Pembentukan Satgas ini sebagai langkah memberantas praktik judi online di Indonesia.
Hal ini juga menegaskan bentuk perhatian khusus pemerintahan kepada kasus praktik ilegal yang sudah memakan banyak korban. Mengatasi Judi online (judol) dan pinjaman online ilegal (pinjol) haruslah komprehensif dan tidak bisa setengah-setengah.
Oleh M. Makhdi, (Sekretaris Dinas Perikanan, Mahasiswa MM UBB)
Mengutip arahan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy setidaknya Pemerintah memiliki tiga skema untuk memberantas judol di Indonesia. Pertama, berkaitan dengan pencegahan. Hal ini dapat dilakukan dengan memblokir semua situs judol, Kedua, berkaitan dengan penindakan, yakni dengan menangkap dan menghukum pelaku hingga bandar. Ketiga, rehabilitasi korban judol.
Literasi dan Inklusi Keuangan bagi Generasi Muda
Dari total 270,2 juta penduduk Indonesia yang tercatat dalam Sensus 2020, sekitar 71,5 juta di antaranya adalah Gen Z. Angka ini setara dengan 26,46 persen dari seluruh populasi Indonesia. Di posisi berikutnya adalah kelompok milenial yang jumlahnya mencapai 69,7 juta jiwa, atau 25,8 persen dari populasi, dan apabila digabungkan menjadi 141,2 juta atau 52,26 persen dari populasi.
BACA JUGA:Potensi Timah Bangka Belitung dan Pengelolaannya dalam Sudut Pandang Islam
Data tersebut menggambarkan Indonesia mengalami bonus demografi. Kondisi Indonesia mengalami peningkatan proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) dibandingkan dengan penduduk usia non-produktif (anak-anak dan lansia). Kondisi ini dapat memberikan peluang besar untuk pertumbuhan ekonomi karena lebih banyak orang berada dalam usia kerja produktif, yang idealnya dapat meningkatkan output ekonomi dan tabungan nasional.
Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam dokumen Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLIK) 2021-2025 menunjukkan adanya kesenjangan literasi keuangan di antara kelompok umur yang berbeda. Berdasarkan SNLIK 2019, indeks literasi keuangan untuk kelompok usia 15-17 tahun hanya mencapai 15,92 persen.
BACA JUGA:Beda Bahasa, Beda Cara Berpikir, Beda Kepribadian
Sedangkan untuk kelompok usia 18-25 tahun mencapai 44,04 persen dan kelompok usia 26-35 tahun mencapai 47,98 persen. Meskipun angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan periode SNLIK 2016, tingkat literasi keuangan di kalangan anak muda masih relatif rendah.
Lebih lanjut, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLKI) yang dilakukan oleh OJK pada tahun 2022 menunjukkan bahwa indeks literasi dan inklusi keuangan di kalangan kelompok anak muda masing-masing adalah 47,56 persen dan 77,80 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan indeks literasi dan inklusi keuangan nasional yang masing-masing sebesar 49,68 persen dan 85,10 persen.