Oleh: Safari Ans
Wartawan Senior dan Salah Satu Pejuang
Pembentuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
SEKITAR 20% dari pendapatan pajak, 80% bersumber dari hasil investasi Nusantara. Nol utang baru. Rakyat makmur.
----------------
”JIKA Pemerintahan Prabowo nanti masih mengandalkan pajak sebagai pendapatan utama dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), maka sistem anggaran yang dibangun Prabowo masih kuno dan ketinggalan zaman. Mestinya Pemerintahan Prabowo memperkecil sumber pendapatan pajak menjadi di bawah 20% (dua pulih persen). Saat ini (Pemerintahan Jokowi) pajak masih menjadi andalan utama pendapatan negara. Masih berkisar 50- 60% dalam postur APBN. Dampaknya menyengsarakan rakyat.”
Negara modern, pendapatan negara tidak menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama negara. Negara modern sudah mengandalkan investasi yang telah ditanam sejak puluhan tahun silam dalam dunia perbankan. Negara modern tidak menjadikan rakyat sebagai sumber pendapatan negara dengan memberi beban pajak yang sangat besar dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini akan membahayakan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Selain pajak tinggi dan beragam, rakyat selalu dkbebani dengan pembayaran iuran BPJS, iuran Tapera, iuran RT/RE, iuran sampah dan kebersihan di tengah semua subsidi dicabut untuk rakyat. Sehingga ongkos kehidupan di Indonesia menjadi mahal. Gaji yang tadinya cukup untuk sebulan, kini gaji para pekerja hanya bisa menghidupi rumah tangga untuk 14 hari saja. Kesengsaraan rakyat pun tak terhindar. Ini bentuk negara kuno warisan sistem penjajahan yang pernah didera oleh bangsa Indpnesia ratusan tahun silam.
Negara modern, memberikan bonus kemerdekaan dan bonus bernegara bagi rakyatnya. Rakyat gratis sekolah dan kuliah di perguruan tinggi. Rakyat gratis berobat di rumah sakit. Para pekerja dapat rumah dengan softloan yang dicicil dengan gaji mereka. Anak-anak sekolah gratis makan siang. Ibu-ibu hamil dibiayai oleh negara. Polisi dan tentara yang menjadi korban saat bertugas ditanggung negara kelangsungan hidup keluarganya. Sehingga mereka rela membela negara dalam medan apapun. Pokoknya, rakyat harus merasakan bahwa hidup berbangsa dan bermegara itu nyaman dan indah. Oleh karena itu sumber pendapatan negara dalam postur APBN harus dirubah. Bukan lagi mengandalkan pajak, tetapi bersumber dari investasi yang telah dilakukan para pendiri bangsa ini sejak puluhan tahun.
Periodisasi Aset dan Investasi
Para raja Nusantara yang kemudian dilanjutkan era Soekarno sejak 1928, dimulainya imvestasi dengan tahapan bernama "Recalling Asset". Saat itu Paku Buwono X (PB X) bersama 128 raja meminta kepada Soekarno untuk menata aset yang telah mereka percayakan kepada konsultan keuangan dan perbankan dunia seperti Rothschild, JP Morgan, Rockefeller, dan sebagainya. Era Recolling Asset itu berlangsung hingga tahun 1965 sehinngga terbitlah sertifikat atas nama beberapa orang Indonesia yang dipercaya. Seperti Kiyai Djawahir, Ronggolawe, Chaerul Fathullah. Sarinah, Soewarno, dan sebagainya. Sertifikat-sertifikat tersebut bersifat temporer.
Ketika sang tokoh wafat, maka aset tersebut tidak otomatis jatuh ke anaknya atau turunannya. Setelah sang tokoh wafat, maka secara otomatis aset tersebut kembali ke semula (asal rekening atau asal aset). Setelah periode recalling aset tahun 1965, Tim Soekarno kemudian melakukan "Collection of Assets" hingga tahun menjelang tahun 2000an. Pada priode ini Tim Soekarno melakukan persiapan digitalisasi aset melalui perbankan. Terutama dimulai tahun 2007. Proses ini baru selesai tahub 2011. Sistem digitalisasi aset ini baru rampung 100% tahun 2014 dengan Quantum Financial System. Perdebatan panjang terjadi, bagaimana merumuskan digitalisasi aset itu. Ada ribuan rekening yang berkait dengan aset yang notebene disebut "Aset Nusantara" dalam bentuk imvestasi jangka panjang.
Setelah selesai periide digitalisasi, IMF, World Bank (WB), Bank for International Settlement (BIS) merampung jumlah rekening dan nilai uang yang tertera di dalamnya. Tahun 2012, sebelum periode digitalisasi rampung IMF, WB, dan BIS merilis jumlah rekening dan nilai yang dibukukan yang diberi label "White Spritual Boy" atau rekening "Anak Dewa". Dan mereka sepakat yang memiliki kewenangan atas rekening tersebut adalah Soekarno. Yang menjadi pertanyaan banyak kalangan adalah; apakah Soekarno masih hidup? Tentang pertanyaan ini, sulit dijawab. Secara de facto, Soekarno sudah wafat 21 Juni 1970. Tetapi perbankan papan atas dunia, menyatakan kendali rekening-rekening bernilai besar masih dikendalikan apa yang mereka sebut "Ghost Owner".
Avatar Bung Karno
Ketika terjadi pencurian besar-besar yang dilakukan oleh pejabat Deutsche Bank (DB) di Luxemberg akhir tahun lalu yang kemudian mereka transfer ke suatu rekening di Bank Negara Indonesia (BNI), maka Tim Avatar Bung Karno bekerja secara otomatis. Para pejabat DB sempat mengirim tiga kali melalui MT 103 ke ketiga rekening di BNI dengan jumlah nilai yang sama. Sekali kirim €47 triliun (empat puluh tujuh triliun Euro). Setelah cek kiriman tersebut ternyata kiriman memang masuk ke BNI di Jakarta. Walau pihak bank dapat dan menerima kiriman tersebut, tetapi posisi nilai masih terkunci. Karena uang tersebut tidak secara otomatis menghidupkan ISIN Code dan CUSIP number (kode kolateral uang) yang tercatat di IMF dam WB. Sehingga uang dikirim tersebut hanyalah sebuah deretan angka, tidak bisa dieksekusi oleh pihak bank.