Wacana Pengoperasian 5 Smelter Sitaan Kejagung, Lihat Dari Sisi Hukum dan Ekonomi

Senin 29 Apr 2024 - 20:28 WIB
Reporter : Tim
Editor : Syahril Sahidir

RENCANA pengoperasionalkan kembali 5 smelter yang telah disita oleh penyidik Pidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus korupsi tata niaga timah disikapi pakar ekonomi Bangka Belitung (Babel), Dr. Reniati, SE., M.Si.

---------------

KETUA ISEI Babel ini melihat ada baiknya memang perusahaan peleburan timah itu dioperasionalkan guna membantu daya genjot perekonomian di Babel dari sektor pertambangan, terutama mendongkrak nilai ekspor timah.

"Jangka pendeknya ada efisiensi ekonomi, dan ini sangat membantu. Pertama membantu meningkatkan produksi sehingga bisa memenuhi kebutuhan domestik nasional dan membantu pekerja untuk mendapatkan perkerjaannya kembali," terang tanaga pengajar di Universitas Bangka Belitung (UBB).

Namun demikian, menurut Reniati, perlu juga kehati-hatian dalam penerapannya. Sebab, barang sitaan ini belum memiliki kepastian hukum tetap atas perkara yang saat ini masih berproses di ranah hukum.

Jika pun menjadi polemik, ia tak menampik di kemudian hari hal ini akan menjadi penghambat investasi di sektor pertambangan timah yang berakibat terjadinya penurunan efisiensi ekonomi dalam jangka panjang. 

"Jadi perlu dipertimbangankan juga dampak ekonomi dan persaingan usaha terkait hal ini," tuturnya.

Sementara itu, praktisi hukum, Jhohan Adhi Ferdian, S.H.,M.H.,C.L.A yang juga Ketua DPW Himpunan Konsultan Hukum Pertambangan Indonesia, Babel serta Staf Pengajar Hukum Pertambangan Universitas Pertiba kepada BABELPOS.ID. menyatakan,langkah itu jika dilakukan akan banyak hal dipertanyakan.  

BACA JUGA: Wacana 5 Smelter Dioperasikan PT Timah, Reniati: Ingat itu Barang Sitaan

''Diantaranya, bagaimana dengan keuntungan dari hasil pengelolaan itu? masuk sebagai kekayaan pribadi si pemilik perusahaan atau masuk kedalam kas negara?'' ujarnya.

''Lalu, bagaimana dengan kerugian dan hutang piutang yang timbul dari pengelolaan asset tersebut, apakah negara bersedia membayarnya?'' imbuhnya lagi.

Di sini menurut Jhohan, harus membedakan antara penyitaan dengan perampasan.

''Karena hal itu berbeda secara kaidah hukum, penyitaan adalah mengambil barang atau benda dari kekuasaan pemegang benda itu hanya untuk kepentingan pemeriksaan dan bahan pembuktian, penyitaan hanya memindahkan penguasaan barang dan belum terdapat pemindahan kepemilikian,'' tegasnya.

Bagaimanapun menurut Jhohan, ini akan menyalahi.

''Pemakaian smelter/asset pribadi/perusahaan milik para tersangka yang diserahkan ke pihak lain dengan alasan solusi agar perekonomian masyarakat dapat stabil menurut saya tidak dapat dibenarkan.  Sekali lagi, pemakaian smelter/asset pribadi/perusahaan milik para tersangka dari dugaan tindak pidana yang diserahkan ke pihak lain dan diputuskan hanya lewat rapat koordinasi menurut saya sangat ngawur, karna PJ Gubernur adalah pemerintah sipil, bukan pemegang kekuasaan yudikatif, PJ Gubernur tidak berwenang masuk terlalu jauh kedalam ranah tindak pidana, dan rapat koordinasi bukan merupakan instrumen hukum,'' tegas Jhohan meengakhiri.

Kategori :