Gratifikasi merupakan salah satu jenis tindak pidana korupsi baru diatur dalam Pasal 12B dan 12C UU Tipikor sejak tahun 2001. Namun jika penerima gratifikasi melaporkan pada KPK paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja, maka Pn/PN dibebaskan dari ancaman pidana gratifikasi.
Berikut adalah Pasal yang mengatur tentang gratifikasi pada Pasal 12B: (1) Setiap gratifikasi kepada Pn/PN diangap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: . a.yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), atau lebih, pembuktian bahwa gratifiksi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifiksi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum;
Kemudian (2) Pidana bagi Pn/PN sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau atau penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupaih).
Sementara pada pasal Pasal 12 C disebutkan bahwa (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
Selain itu, Pasal 16 UU No. 30/2002 tentang KPK juga mengatur bahwa Pn/PN yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada KPK paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan.
Pada dasarnya semua gratifikasi yang diterima Pn/PN wajib dilaporkan kepada KPK kecuali :
1. Pemberian dari keluarga yaitu kakek/nenek, bapak/ibu/mertua, suami istri, anak/anak menantu, cucu, besan, paman/bibi, kakak ipar/adik ipar, sepupu/keponakan. Gratifikasi dari pihak-pihak tersebut boleh diterima dengan syarat tidak memiliki benturan kepentingan dengan posisi ataupun jabatan penerima;
2. Hadiah tanda kasih dalam bentuk uang atau barang yang memiliki nilai jual dalam penyelenggaraan pesta pernikahan, kelahiran, aqiqah, baptis, khitanan, dan potong gigi atau upacara adat/agama lainnya dengan batasan nilai dan per pemberi dalam setiap acara paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupaih);
3. Pemberian terkait dangan musibah atau bencana yang dialami oleh penerima, bapak/ibu mertua, suami/istri, atau anak penerima gratifikasi paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupaih);
4. Pemberian sesama pegawai dalam rangka pisah sambut, pensiunan, promosi, promosi jabatan, ulang tahun ataupun perayaan lainnya yang lazim dilakukan dalam konteks sosial sesama rekan kerja, nilai pemberian perorang paling banyak Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah);
5. Pemberian sesama pegawai paling banyak Rp 200.000 (dua raus ribu rupiah) perorang;
BACA JUGA:Perang Sarung Jadi Ajang Bertarung, Kenakalan Remaja Makin Tak Terbendung
6. Hidangan atau sajian yang berlaku umum;
7. Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi.
Untuk mempermudah pemahaman, berikut ini adalah contah gratifikasi yang tidak boleh diterima :
a. terkait pelayanan yang diberikan terhadap masyarakat di luar penerimaan yang sah;