Oleh: Kgs Chris Fither
Asisten Muda I Ombudsman Republik Indonesia
Maladministrasi telah mengakar jauh. Seluruh sektor layanan publik, telah terpapar virus maladministrasi yang merusak. Lihat saja, praktek pungli masih terus terjadi. Penundaan berlarut dan penyimpangan prosedur masih terus dikeluhkan sana sini.
Perlu diketahui maladministrasi bukan sekadar salah administrasi. Ia adalah bentuk penyimpangan kekuasaan yang melukai kepercayaan publik. Ia terjadi ketika wewenang digunakan tidak sebagaimana mestinya. Bahkan parahnya maladministrasi merupakan akar dari korupsi. Ketika maladministrasi tidak dikoreksi, ia berubah menjadi pembenaran atas suatu kebiasaan yang salah, yang kemudian melahirkan korupsi.
Banyak contohnya, lihat saja praktik permintaan imbalan (gratifikasi) untuk mempercepat layanan yang terkesan telah menjadi budaya layanan. Ada lagi praktik seperti penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang yang sering kali hanya menguntungkan bagi pengguna yang ”berada”. Berikutnya, masih sering dijumpai praktik sumbangan-sumbangan berbau pungli dilingkungan sekolah yang masih terus berulang. Praktik-praktik maladinistrasi tersebut sering terjadi. Tapi tak banyak masyarakat yang memahami bahwa kebiasaan tersebut salah. Tidak boleh ada permakluman dalam praktik maladministrasi.
//Kebutuhan Pengawasan Partisipatif
Pelayanan publik adalah cermin dari kehadiran negara. Tujuan negara untuk ”memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa” harus diwujudkan dengan memberikan pelayanan tanpa maladministrasi. Namun kondisi hari-hari ini, maladministrasi semakin ramai dipertontonkan.
Terdapat beberapa penyebab mengapa maladministrasi terus tumbuh subur dalam pelayanan publik. Komitmen layanan yang buruk, sistem layanan yang tidak baku, lemahnya pengawasan internal, minimnya evaluasi layanan dan literasi masyarakat tentang pelayanan publik dan partisipasi masyarakat yang masih sangat rendah.
Dari sisi partipasi masyarakat, bahkan masih sangat banyak pengguna layanan yang belum memahami bahwa mereka memiliki hak untuk mendapat layanan sesuai standar dan melapor jika layanan yang diberikan tidak berkualitas.