Namun, agar keadaban ini tidak hanya menjadi wacana normatif, dibutuhkan strategi yang lebih mendalam, terstruktur, dan berjangka panjang—terutama melalui pendidikan. Di sinilah relevansi dari kurikulum cinta yang digagas oleh Menteri Agama Prof. Nasaruddin Umar menemukan momentumnya.
Kurikulum ini tidak sekadar memuat pelajaran agama dalam arti doktrinal, tetapi mengembangkan pendidikan yang berpusat pada nilai-nilai empati, kasih sayang, kepedulian sosial, dan penghormatan terhadap perbedaan.
Pendidikan semacam ini penting bukan hanya untuk mencegah intoleransi, tetapi untuk menanamkan sejak dini cara berpikir dan merasa yang membentuk karakter warga yang siap hidup dalam masyarakat plural. Kurikulum cinta harus menjadi landasan dalam berbagai tingkatan pendidikan—baik formal di sekolah dan madrasah, maupun informal di rumah, pesantren, tempat ibadah, dan ruang-ruang komunitas.
Dengan demikian, membangun keadaban beragama tidak cukup dilakukan melalui regulasi atau seruan moral semata. Ia harus menjadi bagian dari desain kebudayaan yang disadari bersama, ditanamkan secara sistematis, dan dilatih dalam praktik hidup sehari-hari. Hanya dengan cara itulah Indonesia bisa menjadi bangsa yang tidak hanya toleran, tetapi benar-benar beradab dalam keberagamannya.
Menjaga Rumah Ibadah adalah Menjaga Keutuhan Bangsa
Serangan terhadap rumah ibadah bukan semata persoalan keagamaan. Ia mencerminkan ancaman serius terhadap keutuhan nasional, stabilitas sosial, dan martabat kemanusiaan. Ketika ruang-ruang suci yang seharusnya menjadi tempat berlindung, berdoa, dan merenung justru diserang, yang dipertaruhkan bukan hanya keselamatan kelompok tertentu, melainkan juga komitmen bersama sebagai bangsa yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebhinekaan.
Tindakan semacam ini tidak boleh disederhanakan sebagai “konflik warga” atau “kesalahpahaman administratif.” Pendekatan seperti itu berisiko menormalkan kekerasan dan mengabaikan akar persoalan intoleransi yang sistemik.
Serangan terhadap rumah ibadah harus diperlakukan sebagai pelanggaran hukum serius, bahkan sebagai bentuk ancaman terhadap tatanan konstitusional yang menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi seluruh warga negara.