Ibadah Haji untuk Hamba yang Terpilih, Jamaah Haji Menuju Arafah

Ibadah Haji untuk Hamba yang Terpilih, Jamaah Haji Menuju Arafah

Selasa 03 Jun 2025 - 15:26 WIB
Reporter : Tim
Editor : Syahril Sahidir

WAKIL Menteri Agama RI Romo H. Muhammad Syafi’i mengingatkan bahwa ibadah haji adalah bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang terpilih. 

-----------------

HAL itu disampaikannya menjelang puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) di Kantor Urusan Haji (KUH) Makkah, Selasa, 3 Juni 2025.

“Alhamdulillah, dengan izin Allah kita mendapat ketentuan untuk tahun ini bisa menunaikan haji,” ujar Romo Syafi’i. 

Menurutnya, melaksanakan rukun Islam kelima adalah cita-cita dan kerinduan setiap orang yang beriman. Tapi, tidak semua orang mendapat kesempatan. Sebab ada yang terkendala biaya, kesehatan, atau bahkan hatinya belum tergerak.

Para jamaah haji tahun ini bisa berangkat adalah orang-orang terpilih. Karena itu, ia mengimbau agar momentum ini benar-benar dimanfaatkan untuk meraih derajat haji mabru.

Romo Syafi’i menyampaikan dua pesan utama: menjaga kondisi fisik dan memperkuat ketakwaan.

“Saya imbau kepada saudara-saudara saya yang akan memasuki fase Armuzna, jaga ibadah dan prioritaskan kondisi fisik. Karena perjalanan ini berat dan membutuhkan kesiapan lahir batin,” jelasnya.

Ia menekankan bahwa modal utama jamaah dalam berhaji bukan hanya stamina, tetapi ketakwaan. Target haji bukan hanya selesai secara fisik, tapi meningkatnya derajat ketakwaan. 

Menurutnya, salah satu ciri orang yang mabrur disebut dalam akhir Surah Al-Baqarah. “Apabila selesai menunaikan ibadah hajimu, maka dzikirmu kepada Allah harus mengalahkan dzikirmu kepada yang lain.

Artinya, dia kehilangan kebanggaan terhadap harta, keturunan, jabatan. Semua potensi yang ia miliki hanya digunakan untuk makin taat kepada Allah dan berdampak sosial,” jelasnya.

Romo Syafi’i menggambarkan wukuf di Arafah sebagai refleksi dari hari kebangkitan. 

“Lihatlah, kita tidak mengenakan pakaian lain kecuali ihram. Tidak ada yang membedakan status atau pangkat. Semua bersimpuh kepada Allah. Ini seperti miniatur Padang Mahsyar, tempat kita dibangkitkan dalam keadaan menanggalkan semua status,” katanya.

Mabit di Muzdalifah dan pelontaran jumrah di Mina menurutnya bukan hanya ritual, tapi simbol spiritual. 

“Di Muzdalifah kita mengumpulkan batu, sebagai simbol bahwa kita bersiap sungguh-sungguh untuk mempertahankan kerendahan di hadapan Allah. Batu itu bukan sekadar kerikil, tapi senjata spiritual untuk melawan godaan,” ungkapnya.

Kategori :