Layanan Haji Berbasis Cinta

Layanan Haji Berbasis Cinta

Kamis 29 May 2025 - 21:40 WIB
Oleh: Admin

Pesan pertama Prof Nasaruddin ini menggambarkan betapa niat dari para petugas menjadi tumpuan yang sangat penting. Ada korelasi spiritual yang dalam dan nuansa transendensi para petugas haji, sehingga akan muncul sikap dan perilaku pelayanan total dan ikhlas. Para petugas haji diminta memiliki ruang batin yang luas untuk melayani jamaah haji tanpa ingin disanjung atau dimuliakan oleh makhluk, tapi didasarkan pada landasan ilahi.

 

Kedua, kekompakan tugas. Apa pun yang dilakukan sendiri tanpa ada kohesi psikologis dengan mitra atau para pihak pasti rapuh. Pesan kedua ini soal mental kerjasama dan rela berbagi. "Jangan iri pada rekan yang tampak tugasnya lebih ringan," ujarnya tegas. Karena dalam tim yang besar, selalu ada perbedaan beban, tapi semangatnya harus satu. Kekompakan bukan hanya membuat kerja menjadi efisien, tapi juga menghadirkan keberkahan. Iri hati adalah racun pelayanan. Kekompakan adalah tameng dari godaan setan yang tak pernah libur, bahkan di tanah suci sekalipun.

 

Ketiga, kedisiplinan, sebuah bentuk ibadah yang tak terlihat. Disiplin, kata Menag, bukan hanya soal datang tepat waktu atau menyelesaikan tugas sesuai jadwal. Ia adalah bentuk ibadah yang tidak kasat mata. Pelayanan yang disiplin adalah cermin dari tanggung jawab moral kepada Allah dan kepada jemaah. Disiplin adalah bentuk kesetiaan kepada misi. Maka siapa pun yang lengah, sejatinya sedang mengurangi keberkahan dari perannya sendiri.

 

Keempat, kekompakan batin, karena hati tak bisa dibohongi. Menag berpesan agar para petugas menjaga kekompakan batin. "Jangan menyimpan dendam. Kritik itu tanda perhatian, bukan serangan," pesannya. Beliau tahu bahwa dalam tekanan tinggi dan cuaca ekstrem di tanah suci, emosi bisa naik-turun. Tapi pelayanan berbasis cinta menuntut kelapangan dada. Saling menerima, saling menguatkan, dan menjauhkan konflik. Karena pelayanan yang penuh cinta bukan hanya yang terlihat dari senyum di wajah, tapi juga dari ketenangan hati yang memancar tulus.

 

Tahun 2025 adalah panggung ujian sekaligus panggung pembuktian. Bahwa pelayanan haji tak cukup hanya dengan manajemen dan anggaran, tapi harus dibangun di atas nilai spiritual, nilai kemanusiaan, dan cinta. Prof. Nasaruddin Umar telah meletakkan fondasi itu dengan sangat jelas. Beliau ingin menutup era Kemenag dalam penyelenggaraan haji bukan dengan pesta, tapi dengan pengabdian yang dalam.

 

Kelak, ketika BPH resmi melangkah di tahun 2026 di bawah komando KH. Muhammad Irfan Yusuf, semoga warisan cinta ini tidak lekang. Karena cinta, sebagaimana haji itu sendiri, adalah perjalanan menuju Allah—yang hanya bisa ditempuh oleh hati yang bersih dan niat yang lurus. Wallahu a'lam.(Sumber: kemenag.go.id)

 

Tags :
Kategori :

Terkait