Thobib Al-Asyhar
Dosen SKSG Universitas Indonesia, Direktur GTK Madrasah, Kemenag RI
Tahun 2025 adalah tahun spesial dalam sejarah penyelenggaraan haji Indonesia. Semacam event akbar terakhir Kementerian Agama sebelum lampu utama dialihkan ke sutradara baru, Badan Penyelenggara Haji (BP Haji). Ini adalah panggung penutup, dimana Kementerian Agama—di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Nasaruddin Umar— sedang berikhtiar memberikan layanan haji berbasis cinta. Sebuah puncak pelayanan yang bukan hanya soal teknis dan logistik, tapi juga menghadirkan "hati". Pelayanan berbasis cinta.
Sebagai seorang ulama sekaligus birokrat senior, Prof. Nasaruddin bukanlah tokoh baru di panggung nasional. Ia pernah menjabat sebagai Dirjen Bimas Islam, bahkan pernah menjadi Wakil Menteri Agama pada zamannya, dan saat ini dipercaya menahkodai Kemenag oleh presiden Prabowo. Suatu masa yang tidak ringan. Masa transisi penyelenggaraan haji dari Kemenag ke BPH, sebuah organ yang baru dibentuk untuk menopang penyelenggaraan haji di masa mendatang.
Tapi beliau tak ingin tahun 2025 hanya menjadi catatan administratif. Tahun terakhir penyenggaraan haji oleh Kementerian Agama ini dijalankan agar dapat dikenang sebagai tahun di mana layanan haji dijiwai oleh cinta, dijalankan dengan hati, dan diarahkan semata menuju Allah. Bukan hal yang mudah memang karena rangkaiannya cukup kompleks. Dengan keyakinan tinggi, usaha maksimal, serta pasrah total kepada Allah, insyaAllah penyelenggaraan haji tahun ini bisa lancar dan sukses.
Ada hal yang menarik pada 29 April 2025 lalu, saat beliau kunjungan kerja ke Saudi Arabia. Tepatnya di pelataran Ka'bah yang suci—tempat di mana jutaan umat merunduk dalam pengharapan dan doa— Prof. Nasaruddin menyampaikan empat pesan sederhana kepada para petugas haji, tapi maknanya begitu mendalam. Empat pesan tersebut diharapkan menjadi roh dari apa yang disebut sebagai pelayanan haji berbasis cinta.
Pertama, petigas haji harus menata hati dengan niat yang tulus. Menurutnya, pelayanan haji itu karena tentang Allah, bukan yang lain. "Ikhlaslah melayani, karena ini bukan tentang kita. Ini tentang Allah," begitu kira-kira pesan pertama beliau. Pelayanan terbaik, katanya, akan diganjar kebaikan yang tak pernah sia-sia.
Bagi Prof. Nasaruddin, menjadi petugas haji adalah kehormatan spiritual. Ia bukan tugas biasa, ini adalah ladang amal yang subur, tempat amal baik lain bisa muncul dan tumbuh menjadi pahala tak terputus. Maka siapa pun yang terlibat, harus membersihkan hatinya dari ambisi duniawi. Jangan cari pujian, jangan hitung pengorbanan. Cukuplah Allah yang tahu.