KORANBABELPOS.ID-. Kerugian negara yang mencapai Rp 300 Triliun dalam kasus dugaan Tipikor Tata Niaga Timah di IUP PT Timah 2015-2022, masih menjadi perdebatan. Bahkan untuk meyakinkan angka itu, pihak jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan Auditor investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Suaedi.
Titik sentral angka kerugian itu diambil dari dugaan penyimpangan pada kerja sama sewa smelter, pembelian bijih timah, hingga kerusakan lingkungan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) akibat penambangan timah.
BACA JUGA:Sidang Aon: Status Holding PT Timah, Anak BUMN? Kerugian Negara = BPK?
Suaedi dihadirkan untuk persidangan terdakwa masing-masing Helena Lim, Eks Dirut PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Eks Dirkeu PT Timah Emil Ermindra, dan MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa.
Dikatakan, tim auditor BPKP itu sempat turun ke 4 smelter, masing-masing PT Sariwiguna Binasentosa (SBS), CV Venus Inti Perkasa (VIP), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), dan PT Refined Bangka Tin (RBT).
Soal kerugian negara mencapai Rp 300 Triliun, adalah karena Kejagung meminta BPKP melakukan perhitungan kerugian keuangan negara. Perhitungan itu karena adanya permintaan dari Kejaksaan Agung RI di tanggal 14 November 2023 perihal bantuan perhitungan kerugian keuangan negara dan permintaan keterangan ahli.
BACA JUGA:Tipikor Washing Plant, Alwin Albar Dituntut Tinggi, Disusul Sidang Tata Niaga Timah?
''Kami berlaku bahwa setiap permintaan itu tidak serta-merta dilakukan langsung surat penugasan, ada sarana ekspose. Jadi yang kedua surat tugas itu baru kita terbitkan 26 Februari 2024," kata Suaedi.
Dia mengatakan surat tugas perhitungan kerugian baru terbit pada Februari 2024. Kemudian, auditor BPKP menguji bukti dokumen, pengecekan ke lokasi penambangan, hingga klarifikasi ke Kepala Divisi Akuntansi PT Timah Tbk Dian Safitri.
Dikatakan, ada proses Panjang dalam perhitungan tersebut. Termasuk apakah bisa digunakan di dalam perhitungan kerugian negara?
Dalam memperhitungkan itu semua, bukan hanya bukti dokumen, tetapi juga meminta kepada penyidik untuk dapat difasilitasi dalam klarifikasi, konfirmasi kepada beberapa pihak, termasuk kunjungan lapangan.
''Termasuk hitung-hitungan kami juga minta kepada penyidik untuk dapat dipertemukan dengan pihak PT Timah, baik melalui langsung maupun Zoom. Itu kami lakukan. Nah, kemudian surat tugasnya itu ada perpanjangan di tanggal 2 Mei 2024, itu surat perpanjangan kami yang terakhir dan di situlah kemudian laporan diterbitkan, kalau tidak salah tanggal 28 Mei," imbuhnya.
Dia mengatakan penyimpangan (fraud) yang ditemukan dalam kasus ini adalah soal perizinan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). BPKP juga menyoroti soal reklamasi usai penambangan dilakukan. Istilah 'reklamasi' dalam ranah pertambangan bermakna proses mengembalikan dan memulihkan lahan bekas tambang agar dapat berfungsi kembali dan tidak berbahaya atau mencemari lingkungan.
BACA JUGA:Temuan BPA Kejagung RI, Terkait Tipikor Timah kah? 5 Kontainer Misterius?
Pertimbangan lainnya dalam perhitungan kerugian keuangan negara itu adalah pada eksplorasi dan produksi. Dia menyoroti bagaimana peran smelter swasta, proses pembelian dan pengelolaan bijih timah hingga tahap reklamasi.