CERPEN: Tak Ada Lagi Lahan Kosong untuk Kuburanku Nanti

ilustrasi permakaman-Budi Rahmad-

LAKI-LAKI itu masih memandang ke luas perkuburan. Sejauh matanya memandang, hanya batu nisan yang terlihat. Tempat pemakaman umum ini sudah penuh. Tak ada lagi lahan yang kosong yang bisa digali. Sama sekali tak ada. 

"Jika aku mati nanti, di mana aku akan dikuburkan?"

Dua rekannya hanya tersenyum. Tak menjawab pertanyannya yang sudah berulang kali dilontarkan. 

Mereka bertiga kembali mengelilingi perkuburan itu. Dua kali sudah mereka melakukan hal yang sama. Mencari lahan untuk kuburan baru. Namun, sudah dua jam lebih, lahan kosong tak juga ditemukan.

Kali ini mereka berpencar. Mereka dengan cermat mencari celah yang masih bisa digali. 

"Tak ada lagi tempat," katanya.

Wajah risau terlihat di mukanya yang penuh peluh. 

Tadi pagi dua orang datang ke rumahnya. Meminta untuk sesegera mungkin membuatkan kuburan. Mereka datang dengan membawa seutas tali. Panjang tali itu nanti digunakan sebagai ukuran panjang galian kubur. 

Di hadapan orang tersebut, ia sebenarnya sudah mengatakan bahwa permakaman itu sudah penuh. Tak bisa lagi menambah yang baru. Namun dua orang yang datang tersebut tak menghiraukan dirinya. Bahkan terkesan mendesak dan mengancam.

"Tak mungkin Wali Kota tak dimakamkan," katanya dengan suara meninggi.

Ia terkejut, ternyata yang mati adalah pejabat tertinggi yang ada di kotanya ini. 

Mereka juga mengatakan akan memberi uang lebih sebagai upah. Ia hanya mengangguk. Bukan karena bayaran, tetapi lebih karena ingin mencoba saja. Siapa tahu mereka masih bisa menemukan tempat untuk rumah baru bagi sang wali kota. 

Sudah hampir tiga jam mereka berusaha, tak juga dapat menemukan lahan untuk kuburan. 

Ia mengelap peluhnya. Ia berpikir, seandainya kota ini memiliki perkuburan yang baru, mungkin setiap ada yang meninggal, ia dan rekan-rekannya tak kebingungan mencari tempat untuk membuat kuburan. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan