TRANS 7, ORANG BUTA & MONYET
Ahmadi Sopyan-screnshot-
Kini, setelah puluhan tahun berlalu, sejarah seakan berulang. Ada sebagian masyarakat — bahkan sebuah stasiun televisi - yang dengan mudah menilai, memfitnah, dan merendahkan tradisi pesantren, karena hanya melihatnya dari luar pagar. Padahal, mereka pun seperti orang buta yang memegang gajah, melihat sebagian kecil dari kebenaran, lalu merasa tahu seluruhnya.
Padahal pesantren bukan sekadar tempat menuntut ilmu, ia adalah madrasah kehidupan, tempat anak-anak belajar tentang arti kerja keras, kemandirian, dan pengabdian. Tempat setiap sapu yang diayunkan, setiap lantai yang dipel, setiap tugas yang dijalankan, adalah bagian dari pendidikan jiwa dan pembentukan adab.
Sebagaimana dikatakan Jalaluddin Rumi dalam Mathnawi-i Ma‘nawi:
“Orang-orang buta dibawa ke rumah tempat seekor gajah disimpan,
mereka merabanya dalam gelap.
Karena sentuhan mereka berbeda, maka penilaian mereka pun beragam.
Yang memegang belalai berkata: ini seperti pipa.
Yang memegang telinga berkata: ini seperti kipas.
Masing-masing berbicara dari bagiannya, bukan dari keseluruhan.”
Maka, sebelum menilai pesantren, marilah kita belajar melihat dengan mata yang tercerahkan,
bukan sekadar dengan mata yang memandang — agar kita tak menjadi orang buta yang merasa telah melihat seluruh gajah.
Monyet Makan Buah Manggis
Dikisahkan pula, ada seekor monyet yang menemukan buah manggis yang sebelumnya ia tak pernah menikmati buah tersebut. Buah manggis yang berkulit hitam itupun digigit oleh Monyet. Baru gigitan pertama pada kulit buah manggis, sang monyet membuah buah tersebut karena rasanya pahit.
Selanjutnya monyet berteriak memberikan pengumuman kepada khalayak ramai bahwa buah manggis itu rasanya pahit. Bagi yang tidak pernah menikmati buah manggis, mereka percaya apa yang disampaikan sang monyet, sedangkan bagi yang sudah pernah apalagi sering menikmati buah manggis, kaget bukan kepalang atau hanya senyum-senyum sinis sambil menggerutu dalam hati: "monyet goblok" atau "monyet dungu", atau "nggak tahu apa-apa kok bicara".
Begitulah Trans 7 ketika bernarasi nyeleneh tentang kiyai, santri dan dunia pesantren.