Nakhoda Harus Selalu Tahu

Ahmadi Sopyan-screnshot-

Hampir berakhir masa jabatan nakhoda bernama Jokowi. Pertanyaan apakah makin baik atau semerawutkah sistem demokrasi di negeri ini? Tata pemerintahannya bagaimana? Masih ingatkah dulu bahwa kabinet akan dirampingkan, tapi justru sebaliknya, bahkan  oleh orang-orang partai yang lebih layak disebut bagi-bagi kue. Politik dinasti menjadi-jadi bahkan semakin mengokohkan betapa demokrasi kita patut dinilai terburuk dieranya. Legeslatif yang harusnya adalah wakil rakyat, ternyata hanya menjadi wakil partai yang para Ketua Partainya tersandera oleh sang penguasa. Percayakah bahwa itu terjadi? Jangan heran ketika masalah apapun di negeri ini, influencer alias artis yang diturunkan.

Saya teringat kisah ketika Pearl Harbor diserang Jepang dan kekuatan Angkatan Laut nyaris lumpuh, Presiden Roosevelt berkata dengan lantang kepada pasukannya yang mulai kehilangan semangat: “Ketika aku melihat kekalahan di mata kalian dan bangsaku, aku sekarang menyadari mengapa Tuhan membuatku terpuruk di kursi roda adalah untuk mengingatkan bahwa kita  sejatinya  manusia tak boleh putus asa dan menyerah pada tekanan apa pun, tidak takut pada apapun… Jangan katakan padaku itu tidak bisa!“

Nah, dari begitu banyak kejadian di Republik ini, kita menyimpulkan bahwa ternyata semua orang bisa menaiki kapal, tapi tak semua yang menaiki mampu menjadi nakhoda. Negeri ini sudah terlalu nyata dan lama dalam keanehan. Kita selalu salah memilih nakhoda. Sehingga yang terjadi, pasien sakit gigi tapi ditetesi obat sakit mata, perahu retak yang dipanggil untuk memperbaiki tukang rujak, perahu sudah mau tenggelam yang diminta menakhodai tukang kredit panci. Begitu pula yang akan diterjadi di Kota, Kabupaten dan Provinsi menjelang proses Pilkada seperti sekarang ini? Jangan heran yang akan memimpin suatu daerah tidak paham kondisi sosial dan budaya daerahnya sendiri. Bodohnya kita apa kita dibodohi? Ah, sudahlah....kotak kosong dan otak kosong tipis bedanya.

Salam Bodoh!!(*)

 

 

Tag
Share