Harga CPO Merosot Berdampak pada Kesejahteraan Petani
Harga CPO Merosot.-ilustrasi-
Sejumlah tantangan di sektor sawit salah satunya yakni merosotnya harga CPO. Tantangan industri ini dalam menerapkan prinsip keberlanjutan, misalnya soal produktivitas terutama dialami perkebunan rakyat. Situasi ini berimbas terhadap harga CPO yang terus turun sehingga berdampak pula kepada kesejahteraan petani.
Sektor sawit berperan besar bagi ekonomi Indonesia, di antaranya menyumbang devisa negara Rp750 triliun per tahun khususnya dari ekspor produk hilir yang bernilai tambah tinggi. Pengembangan industri yang berkelanjutan merupakan prasyarat penerimaan produk hilir kelapa sawit di pasar global.
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengupayakan aksi strategis yang tak hanya menyoroti penguatan industri hilir, tetapi juga memperbaiki kesejahteraan petani sembari mengupayakan stabilisasi harga CPO. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengupayakan aksi strategis yang tak hanya menyoroti penguatan industri hilir, tetapi juga memperbaiki kesejahteraan petani sembari mengupayakan stabilisasi harga CPO.--Istimewa
Director of Planning and Fund Management BPDPKS Kabul Wijayanto mengatakan, hilirisasi industri sawit memang harus berjalan, tapi jangan sampai melupakan hulu. Hal itu dituturkannya di sesi one on one Sustainability Action for Future Economy (SAFE) 2024 bertajuk Strengthening Sustainability to Accelerate Indonesia's Palm Oil Downstreaming.
BPDPKS menjalankan sejumlah program untuk mendukung implementasi good agricultural practice (GAP). Aksi ini dilakukan bekerja sama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, kelompok tani, perusahaan swasta, serta perguruan tinggi.
Kabul menyebutkan, program yang dimaksud mencakup peremajaan sawit rakyat, bantuan sarana dan prasarana, serta pengembangan SDM. “Kami harapkan peremajaan kebun sawit rakyat akan meningkatkan produktivitas,” tuturnya. Peremajaan sawit rakyat untuk meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat dilakukan dengan menggunakan bibit bersertifikat.
Pemerintah menyalurkan pendanaan untuk program PSR melalui BPDPKS sampai dengan juni 2024 sebesar Rp9,61 triliun dengan luas lahan 344 ribu Ha dengan pekebun 154 ribu orang. Melalui program ini, lahan dan pekebun yang diremajakan dapat menerapkan GAP. “Para pekebun rakyatlah yang paling harus dibantu, harus difokuskan. Kalau swasta, ISPO-nya sudah 60 persen dari lahan yang ada. Maka, pekebun rakyat inilah yang harus dibantu,” ujar Kabul.
PSR merupakan program untuk membantu pekebun rakyat memperbaharui perkebunan kelapa sawit mereka dengan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan berkualitas, serta mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal. Sementara itu, soal bantuan sarana dan prasarana diupayakan perbaikan rantai pasok melalui bantuan perbaikan jalan, jembatan, alat transportasi alsintan, dan lain-lain. Hal ini diharapkan bisa mendukung penerapan GAP di perkebunan rakyat.
Dan terkait pengembangan SDM, dilakukan peningkatan kompetensi dan keterampilan SDM melalui pendidikan dan pelatihan. Per Juni 2024, terealisasi pelatihan untuk 17.923 orang/pekebun. Terkait sawit berkelanjuta ini, Indonesia memiliki sistem sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan, yaitu ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil), di samping sertifikasi internasional RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil).
Keduanya berjalan dan meningkat setiap tahun, baik secara volume minyaknya maupun luas areal perkebunan.
Luas lahan perkebunan kelapa sawit yang tersertifikasi ISPO mencapai 5,84 juta ha. Angka ini setara dengan implementasi ISPO sebesar 35,67 persen dari total tutupan sawit sebesar 16,38 juta ha. Serta ada sebanyak 1.077 pelaku usaha perkebunan kelapa sawit yang memperoleh sertifikasi ISPO. (DIS)