Ramadhan Tanpa Mati Lampu

Ahmadi Sopyan--

Oleh: AHMADI SOFYAN

Penulis Buku/Pemerhati Sosial Budaya

 

 

KALAU Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, PLN Babel mendapat caci maki, semoga Ramadhan tahun ini mendapat keberkahan Ramadhan, walau tak harus dipuji.

-----------

RAMADHAN adalah puasa dan puasa adalah jenis ibadah yang sangat unik dan memiliki nilai tingkat keimanan yang luar biasa. Sholat akan terlihat gerakannya, sehingga siapa yang sholat dan tidak, pasti diketahui. Zakat pun demikian, haji juga jelas kemana dan melakukan apa, syahadat pun ada saksinya, menikah apalagi dan lain sebagainya. Tapi puasa? Ia tak butuh tempat dan saksi, tak ada gerakan berbeda antara orang berpuasa dengan yang tidak puasa. Sehingga puasa atau tidak seseorang, hanya Allah SWT dan pelakunya saja yang mengetahui. Disinilah Tingkat atau nilai keimanan itu sangat tinggi dalam ibadah puasa. 

Dalam dunia kerja, saya mencoba menyebut iman ini dengan bahasa lain, yakni integritas. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integritas adalah mutu, sifat atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan atau kejujuran. Integritas juga adalah wujud keutuhan prinsip moral dan etika bangsa dalam kehidupan bernegara.

Ramadhan adalah bulan pengujian Integritas. Orang yang berpuasa tak butuh pengakuan diri atau proklamir diri bahwa dirinya berpuasa, pun demiikian orang yang berintegritas, tidak butuh pengakuan. Orang yang berintergirtas tidak membutuhkan kerjanya harus dilihat atau dinilai oleh pimpinan. Integritas tidak perlu menjual kemampuan dirinya dengan merusak nama orang lain, menjilat, menyebarkan fitnah dan menjual kehebatan dirinya. Orang yang berintegritas, adalah orang yang bekerja dengan nurani, tidak butuh panggung untuk diberikan tepuk tangan dan tetek bengek keriuhan sesaat.  

Namun, suasana dan lingkungan bisa merubah nilai integritas seseorang, pun demikian dengan keimanan. Inilah yang saya maksud sebetulnya dengan keadaan beberapa tahun silam menikmati Ramadhan dengan Ramadhan tahun ini yang suasananya sangatlah berbeda. Salah satunya yang paling mendalam dan pembuat suasana itu adalah PLN.

PLN & Ramadhan 1445 H

DULU, beberapa tahun silam dan tahun lalu, ketika umat Islam bergembira menyambut kehadiran Ramadhan, kita masyarakat Bangka Belitung menyambut Ramadhan dalam gelap dan gulita serta suasana hati gregetan dan mulut penuh caci maki. Alhamdulilah, 10 HARI Ramadhan 1445, sangat menyenangkan. Tidak ada caci maki di media sosial, tidak ada “karoh kerik” dan teriakan sana-sini, apalagi ancaman demonstrasi ke kantor PLN karena setiap hendak berbuka dan sahur, mengalami kegelapan. Bagi saya pribadi, Ramadhan 1445 H adalah awal ramadhan yang sangat menentramkan suasana hati. Insya Allah menjadi awal Ramadhan yang sangat indah bagi masyarakat Kepulauan Bangka Belitung. Kenikmatan ini sangat terasa sejak sebelum Ramadhan tiba. Kebiasaan rutin yang terjadi ditengah masyarakat di Negeri Serumpun Sebalai ini sejak puluhan tahun silam, adalah mati lampu alias PLN selalu bermasalah. Apalagi menjelang dan saat Ramadhan tiba. Kegaduhan dan keriuhan serta sumpah serapah masyarakat terhadap PLN tak terelak. Puasa jadi “kerungkeng” begitulah menurut sebagian orang akibat mulut setiap hari mengumpat dan mengeluarkan sumpah serapah akibat ulah PLN. Terlebih saya, yang sangat-sangat geram dan selalu menjadi paling getol mencaci maki baik langsung maupun melalui tulisan.

Teringat saya, Ramadhan tahun lalu, GM PLN Babel, Ajrun Karim, pontang-panting berusaha keras menyelesaikan persoalan listrik ditengah masyarakat baru memulai puasa Ramadhan. Robohnya tower transmisi di Kenten Tanjung Api-Api membuat Masyarakat Bangka Belitung mengawali minggu pertama puasa dalam keadaan gelap gulita. Akibat inilah akhirnya Ajrun Karim yang dikenal sebagai GM PLN yang sangat dekat dengan semua elemen masyarakat, punya konsep dan target yang bagus terhadap kelistrikan di Babel, akhirnya tergeser alias ditarik ke pusat.

Sebagai bagian kecil dari masyarakat (bukan mewakili masyarakat), tentunya saya sebagai orang yang sangat kritis terhadap pelayanan PLN, melalui catatan ringan ini sangat apresiasi pelayanan PLN sebelum dan saat Ramadhan 1445 H. Tidak ada lagi pemadaman bergilir, suasana riuh di tengah masyarakat dan media social, pemberitaan negative yang viral dan yang pasti saya adem di tengah kebun tepi sungai tanpa harus menulis dengan emosi dan caci maki tentang PLN Babel berserta tetek bengeknya.

Tag
Share