Baju Kehidupan

Ahmadi Sopyan--

Oleh: AHMADI SOFYAN

Penulis Buku/Pemerhati Sosial Budaya

 

"SETINGGI apapun jabatan yang diduduki, sepopuler apapun nama dikenal, ia tak lebih dari sekedar baju. Bisa lepas sendiri, dilepaskan, atau robek akibat dirimu atau dirobekin orang sekitarmu. Kalau baju kotor, itu pasti....."

------------

FENOMENA kehidupan sosial patut menjadi pelajaran hidup bagi orang-orang berpikir dan merenung. Sebab, berapa banyak ayat yang tersurat dalam Al-Qur'an "menjewer" kita dengan kalimat "Apakah kamu tidak berpikir?".

Terlebih beberapa hari lalu kita baru saja melaksanakan Pemilu, sama-sama kita saksikan orang-orang rebutan baju bernama Wakil Rakyat atau lebih kerennya Anggota Legeslatif. Sebentar lagi juga kita saksikan akan muncul orang-orang yang rebutan suara rakyat untuk dapat mengenakan baju Kepala/Wakil Kepala Daerah yang bermerek Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati & Walikota/Wakil Walikota. Setelahnya kita akan saksikan orang-orang rebutan baju bermerek Kepala Dinas, Kepala Bagian, Staff Khusus, Aspri, Ajudan, Tenaga Ahli sampai mungkin Tenaga Dalam. Begitulah orang-orang modern rebutan baju yang beraneka merek.

Kepada beberapa kawan yang datang ke Pondok Kebun Tepi Sungai dimana saya tinggal, sebagian meminta nasehat kehidupan, padahal saya sendiri masih linglung berhadapan dengan romantika kehidupan. Pun beberapa Caleg gagal datang menjadikan saya "tong sampah" curhat berbagai penyebab ketidakterpilihannya.

Kepada Caleg yang datang, sedari awal selalu saya katakan sama, baik sebelum Pemilu maupun sesudah Pemilu, bahwa jabatan dan popularitas itu hanyalah sekedar baju. Baju bernama jabatan itu hanya sementara, pun demikian baju bernama popularitas. Baju itu hanya bukan milikmu, tapi milik semua yang digunakan secara bergiliran. Ketika hari ini kita gunakan baju bernama jabatan dan popularitas, yakinlah bahwa kapanpun, dimana pun, baju itu pasti lepas atau dilepaskan. Apakah ia lepas oleh sendirinya karena habis masa pakai (sewa)-nya ataukah dilepas paksakan karena kita dianggap sudah tak berhak lagi menggunakannya. Selain itu, yang namanya baju, pasti ada kemungkin robek atau dirobekin. Entah itu robek karena kelalaian dirimu saat memakainya atau tersangkut paku dan duri saat berkegiatan ataukah sengaja "direnjut" (ditarik) orang terdekatmu hingga mengalami robek. Yang saya maksud baju robek disini adalah aib. Artinya, ketika aib terbuka, itu artinya baju yang kamu kenakan robek. Jika baju sudah robek dan robeknta sangat terlihat, lantas kamu masih memaksakan untuk memakainya, ada 2 kemungkinan yang terjadi dalam dirimu, yaitu (1) kamu tak tahu malu (2) kamu tak punya baju yang lain untuk memantaskan diri guna dipakai ditengah masyarakat. Bahasa mudahnya, Fakir. Yakni fakir iman, fakir rasa dan fakir akhlak. 

Sedangkan baju yang dipakai akan tertempel debu atau kotoran, itu sudah pasti! Artinya? Apapun jabatan & popularitas kehidupan yang kita sandang, entah itu pejabat negara, Rektor, Ustadz, Kiyai, Tokoh, Budayawan, Akademisi, Polisi, TNI, Pendeta, Pastur, Ibu Rumah Tangga, Pimpinan Pesantren, Ketua MUI, Pengamat, Penulis, Wartawan, Pengusaha, Petani, Guru, dan lain sebagainya, pasti ada kotornya. So, bahasa gaulnya: "Jangan sok bersih deh....".

Pointnya, diri kita bukanlah baju yang kita kenakan. Sebab baju tidak melekat pada tubuh yang memakainya. Yang melekat dalam diri kita adalah karakter. Apakah kita lebih berkarakter ataukah baju yang kita kenakan itu mengalahkan karakter dalam diri kita? Sehingga ketika kita gunakan baju itu, diri kita tidak lagi dikenal oleh orang sebab demikian berubah.

Karakter diri, seperti integritas jauh lebih berharga ketimbang baju bernama popularitas. Karakter diri yang kokoh pendirian & menjaga nilai keimanan jauh lebih bernilai ketimbang baju bernama jabatan.

Setiap kita bukanlah baju yang kita pakai saat ini. Tapi banyak orang yang dirinya adalah baju itu. Sehingga ketika baju itu tidak melekat lagi ditubuhnya, dirinya hilang tak lagi terlihat keberadaannya, hilang aktifnya, hilang otaknya, hilang mulutnya, hilang pemikirannya, hilang karyanya, sebab dirinya memang tak pernah ada. Karena yang ada hanya bajunya saja.

Oya, terakhir nih..., dalam mendapatkan baju jabatan & popularitas itu ada beberapa tipe. Ada yang mendapatkannya dengan membeli, ada yang dengan direbut, ada yang dengan menipu, ada yang mendapatkannya dikasih begitu saja, padahal nggak kepengen, ada yang harus menjilat kepada pemilik toko baju, ada yang mendapatkannya dengan mendekati karyawan dalam toko yakni "ordal" (orang dalam), ada yang.mendapatkan baju gratis karena ayahnya pemilik toko baju, ada yang memang berjuang menabung lantas membeli, ada yang mencuri tabungan lantas membeli baju juga. Pokoknya banyak cara mendapatkan baju.... yang pasti susah kalau jahit baju sendiri, sebab nggak ada merek dan nggak diakui keberadaannya, kecuali baju karnaval untuk tontonan belaka.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan