BMKG: Waspada 'La Nina'
Ilustrasi-screnshot-
BADAN Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan adanya potensi terjadinya fenomena El Nino bakal digantikan dengan La Nina saat memasuki akhir tahun.
------------
FENOMENA cuaca La Nina akhirnya muncul di kawasan tropis Samudra Pasifik pada Desember 2025, setelah sempat mengalami keterlambatan beberapa bulan. Para ahli meteorologi mengonfirmasi kemunculan fenomena ini bersamaan dengan turunnya suhu di belahan Bumi Utara menjelang musim dingin.
La Nina dikenal sebagai kebalikan dari El Nino, di mana suhu permukaan laut di bagian timur Pasifik menjadi lebih dingin dari biasanya. Kondisi ini dapat memicu perubahan pola cuaca global, seperti meningkatnya curah hujan, badai yang lebih kuat, hingga suhu udara yang lebih dingin di beberapa wilayah dunia.
El Nino ke La Nina
Menurut laporan Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (NOAA), fase La Nina kv,ali ini tergolong lemah dibandingkan siklus sebelumnya.
Meski begitu, fenomena ini tetap memiliki potensi besar dalam memengaruhi pola cuaca di berbagai belahan dunia.
Sebelumnya, El Nino menjadi salah satu faktor utama pemicu rekor suhu global tertinggi pada 2023, yang disebut sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah. Bersama dengan dampak perubahan iklim, El Nino turut menyebabkan kekeringan ekstrem di Asia Tenggara serta sebagian wilayah Afrika.
Kini, dengan hadirnya La Nina, arah perubahan cuaca mulai terlihat. Angin pasat Pasifik yang sempat melemah saat El Nino kini kembali bertiup kuat dari timur ke barat.
Kondisi ini membawa lebih banyak awan dan curah hujan ke kawasan Indonesia dan Asia Tenggara, yang biasanya mengalami musim hujan lebih panjang saat La Nina berlangsung.
Fenomena yang Pendek dan Tertunda
Meski sudah mulai terasa, para peneliti menilai La Nina kali ini tidak akan bertahan lama. Berdasarkan prediksi Pusat Prediksi Iklim NOAA, peluang La Nina tetap aktif hanya sekitar 59% hingga periode Februari–April 2025.
Setelah itu, kemungkinan besar dunia akan kembali ke kondisi netral antara Maret dan Mei 2025.
Akan tetapi jika La Nina tetap bertahan hingga musim panas di belahan Bumi Utara, para pakar memperingatkan potensi peningkatan aktivitas badai di Samudra Atlantik. Kondisi ini bisa memicu badai yang lebih kuat dan merusak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.