SUNGAILIAT ATAU SUNGAILEAT (Bagian Lima)
Akhmad Elvian-screnshot-
Oleh: Dato’Akhmad Elvian, DPMP
Sejarawan dan Budayawan Bangka Belitung
Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia
UNTUK memperlancar transportasi dari distrik Pangkalpinang ke distrik Merawang yang baru dibentuk dan selanjutnya menuju distrik Sungailiat, maka Pemerintah Kolonial Belanda sesuai ketentuan dalam Pasal 30 Lembaran Negara 1831 Nomor 62, mulai membangun jalan baru dari Kampung Baturusak ke Distrik Pangkalpinang, yang jaraknya lebih diperpendek sekitar 43 paal dan diselesaikan pada Tahun 1851.
--------------
PEMBANGUNAN jalan baru oleh pemerintah Hindia Belanda setelah Perang rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir Tahun 1851 juga membuka dan mempermudah akses ke daerah daerah yang berada di Distrik Merawang dan Distrik Sungailiat tempat lokasi pertambangan Timah. Pemerintah Kolonial Belanda juga membangun beberapa jembatan dan membuka jalan setapak, baik di daerah pedalaman dari sejumlah kampung di Distrik Sungailiat dan Distrik Merawang, untuk memudahkan kontrol dan gerak pasukan militer dan Opas Belanda agar perlawanan rakyat Bangka dapat ditekan sedini mungkin.
Jalan utama yang digunakan dari Distrik Sungailiat menuju ke Distrik Pangkalpinang sebelum dibangun jalan baru Tahun 1851, berdasarkan keterangan Dr. S.A. Buddingh, dalam Neerlands-Oost-Indie Reizen Over Java, Madura, Makasser, Saleijer, Bima, Menado, Sangier-eilanden,Talau-eilanden, Ternate, Batjan, Gilolo, en omliggende eilanden, Banda-eilanden, Amboina, Haroekoe, Saparoea, Noussalaut, Zuidkust van Ceram, Boeroe, Boano, Banka, Palembang, Riouw, Benkoelen, Sumatra’s Westkust, Floris, Timor, Rotty, Borneo’s West-Kust en Borneo’s Zuid-en Oostkust ; gedaan gedurende het tijduak nan 1852-1857, Hal. 54: awalnya adalah rute dari Soengiliat ke Pankal Pinang sebenarnya adalah jalan yang melewati Marawang, Padang, Lajang, Tjamporan, Pairaja, Poeding, Sid, Loko dan Petaling, dan karenanya merupakan jalan memutar yang panjang; tetapi ada juga jalan pedalaman, yang langsung mengarah dari Soengiliat ke Pankalpinang, dan ini, hanya berjarak 14 paal atau 44 jam lamanya, meskipun sebagian besar melewati lalaps (lelap) atau melalui daerah rawa, tentu saja Saya pilih. Akan tetapi, ketika hujan deras, jalan ini, atau lebih tepatnya jalan setapak rawa ini, tidak dapat dilalui, dan perjalanan harus dilakukan sepenuhnya di sepanjang Sungai Marawang dengan perahu. Di tempat pendaratan dekat benteng pertahanan Saya menemukan perahu yang siap, dan berlayar dengannya untuk jarak tertentu menyusuri Marawang yang luas, yaitu ke muara Sungai Pandak, yang merupakan cabang atau anak sungai Marawang. Di dermaga yang dibangun jauh di dalam, di sini saya turun ke darat lagi, melewati Kampung Seliendoeng-moessoe dan Gebak (Gabek) dan sepanjang kelokan Sungai Pankalpinang yang tak terhitung jumlahnya atau Soengi-Aijer-itam (Air Hitam, yang bermuara di Marawang), dan mencapai kota utama Pankal-pinang, yang terletak di sungai dengan nama yang sama, sekitar tengah hari, di mana saya menikmati keramahan dari Administrator, Tuan Mensinga.
Selengkapnya Budingh: De hoofd-route van Soengi-liat naar Pankal pinang loopt eigenlijk over Marawang, Padang, Lajang, Tjamporan, Pairaja, Poeding, Sid, Loko en Petaling, en maakt dus een grooten omweg; doch er is ook een binnen weg , die dadelijk van Soengi-liat naar Pankal-pinang leidt, en deze, slechts 14 palen of 44 uur lang, schoon voor een goed deel door lalap's of door moerassig terrein voerende, werd natuurlijk door mij gekozen. Wanneer er echter veel regen valt, is deze weg, of liever dit drassig voetpad onbegaanbaar, en dient de reis geheel langs de rivier van Marawang per vaartuig te worden afgelegd. Aan den steiger bij de redoute vond ik een praauw gereed, en voer daarmede de breede Marawang een eind weegs af, en wel tot aan de monding der rivier Pandale , welke eene spruit of zijtak der Marawang. Bij den alhier ver in het water uitgebouwden steiger ging ik weder aan land, passeerde de kampongs Liendieng-moessoe en Gebak en langs de ontelbare kronkelingen der Panka pinang-rivier of soengi-Aijer-itam (zwart water, die zich in de Marawang ontlast, en bereikte tegen den middag de hoofdplaats Pankal-pinang, aan de rivier van dien naam gelegen, alwaar ik bij den Administrateur, den Heer Mensinga, gastvrijheid genoot.
Dengan pemisahan Distrik Merawang dan Sungailiat, maka jumlah distrik di Keresidenan Bangka yang awalnya hanya 8 distrik menjadi 9 distrik dan kemudian jumlah distrik di Pulau Bangka bertambah lagi menjadi berjumlah 10 Distrik pada Tahun 1855 karena onderdistrict Lepar Eilanden (Onderdistrik Kepulauan Lepar) dipisahkan dari Distrik Toboaly, menjadi distrik sendiri yaitu district Lepar Eilanden (Distrik Kepulauan Lepar). Distrik Lepar Eilanden kemudian memiliki Dua onderdistrict yaitu onderdistrict Lepar Eilanden dan onderdistrict Tanjoeng Laboe. Sedangkan khusus untuk Distrik Merawang yang baru dibentuk kemudian terdiri atas 3 underdistrict yaitu underdistrict Merawang, underdistrict Jeroek dan underdistrict Geroenggang, sedangkan Distrik Sungailiat setelah pemisahan terdiri atas 3 underdistrict yaitu underdistrict Soengai Liyat, underdistrict Maras dan underdistrict Nyalau. Dengan pemisahan dan penambahan distrik dan underdistrik di Keresidenan Bangka dan pulau pulau yang melingkupinya, maka secara kesuluruhan pada akhir abad 19 Masehi terdapat Sepuluh (10) Distrik di Pulau Bangka dan terdiri atas Tiga puluhsatu (31) underdistrik.
Pada Tahun 1850, untuk mempercepat penyelesaian perang rakyat Bangka yang dipimpin Depati Amir, secara bertahap Pemerintah Hindia Belanda membuat kebijakan memindahkan pemukiman atau kampung kampung tradisional penduduk dari lokasi pedalaman hutan dekat lokasi Ladang Padi Ume ke lokasi di kiri dan kanan jalan baru yang dibangun Pemerintah Hindia Belanda di Pulau Bangka. Kebijakan ini sebagai salah satu upaya untuk mengatasi dan mempercepat penyelesaian Perang Depati Amir dan menghindari munculnya perlawanan baru dari rakyat Bangka. Terbentuklah kampung kampung baru di Pulau Bangka, termasuk di Distrik Sungailiat dan Merawang. Pembentukan kampung-kampung baru di sepanjang jalan Distrik Muntok ke Distrik Toboali terdapat 51 kampung termasuk 45 kampung yang baru dibuka atau dipindahkan dari tempat lain. Dari jalan raya Pangkalpinang ke Barat sampai ke Kampung Bakam terdapat 22 kampung termasuk 20 kampung baru. Dari jalan raya Pangkalpinang ke Distrik Sungaiselan terdapat 7 kampung termasuk 6 kampung baru. Dari jalan raya Sungaiselan ke kampung Kurau terdapat 7 kampung baru dan 3 kampung lama, dan di sepanjang jalan raya dari Bakam melalui Kampung Layang ke Distrik Sungailiat terdapat 7 kampung baru dan 1 kampung lama. Jumlah seluruh kampung yang terbentuk di sepanjang jalan raya yang dibangun pada akhir perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir, seluruhnya mencakup 98 kampung. Pada akhir Tahun 1851 telah terbentuk kampung yang terkonsentrasi di sepanjang jalan di Pulau Bangka mencapai 232 kampung, termasuk 99 kampung lama dan 133 kampung baru yang dibangun. Pembangunan kampung tersebut diatur dengan ketentuan yaitu setiap Tiga paal dibangun Satu kampung kecil atau dusun yang dikepalai oleh seorang Lengan dan setiap Enam paal dibangun Satu kampung besar yang dikepalai oleh seorang Gegading. Kampung kecil atau dusun terdiri atas 20 sampai 30 bubung rumah, dengan penduduk antara 80 sampai 100 jiwa, kemudian kampung besar terdiri atas 40 sampai 60 bubung rumah dengan penduduk berkisar antara 150 sampai 200 jiwa.
Keberadaan dan nama nama kampung kampung tersebut dapat dipelajari dari Kaart van het Eiland Banka (cartographic material) volgens de topographische opneming in de jaaren 1852 tot 1855 yang diterbitkan di Batavia pada Tahun 1856 Masehi, karya Letnan dua L. Ullman seorang ahli topografi bangsa Belanda. L Ullman baru dapat melaksanakan tugasnya antara Tahun 1852-1856, setelah usainya perang Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir. Letnan dua L. Ullman awalnya telah selesai melakukan pemetaan terhadap topografi di Keresidenan Palembang pada tahun 1850 dan penugasan selanjutnya adalah melakukan pemetaan di Keresidenan Bangka. Pemetaannya terhadap Pulau Bangka sempat tertunda beberapa tahun karena situasi perang di Pulau Bangka dan blokade laut yang dilakukan militer Belanda terhadap Pulau Bangka, oleh sebab itu peta resmi Pemerintah Hindia Belanda ini kemudian baru dipublikasi pada Tahun 1856. (Bersambung/***).