KAMPUNG LEMBAWAI
![](https://babelpos.bacakoran.co/upload/ddd3bf228bc0d0fba4f5d322cd7ae33f.jpg)
Akhmad Elvian-dok-
Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP
Sejarawan dan Budayawan
Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia
KAMPUNG Lembawai merupakan salah satu kampung besar di sekitar pusat Kota Pangkalpinang, tepatnya berada di sisi Utara Sungai Rangkui, secara berurutan terhubung dengan jalan raya setelah kampung Katak, kampung Djawa, dan kampung Oepas.
----------------
DALAM peta Resident Bangka en Onderh. Opgenomen door den Topografischen dienst in 1928-1929 Blad 34/XXV d. Reproductiebedrijf Topografische dienst, Batavia 1931 Auteursrecht Voorbehouden (Stbl 1912 No.600), secara geografis Kampung Lembawai terletak di antara kampung Oepas di sisi Selatan dan kampung Gabek di sisi Utara. Perbatasan kampung Lembawai dengan kampung Oepas yang terletak di sisi Selatannya adalah pada jalur Trem (jalur kereta api mini) yang menghubungkan Kantoor v/d Tinwinning (Kantor Perusahan Timah) menuju ke kampung Ampoei, terus ke Pangkalbalam sampai ke Goedang v/d K.P.M (Koninklijke Paketvaart Maatschappij atau perusahaan pelayaran Belanda yang menyediakan jasa pelayaran antar pulau di Hindia Belanda) dan Smeltcentraat (Peleburan Timah dengan teknologi Oven Vlanderen berpendingin air yang disebut masyarakat Bangka dengan istilah Puput). Pada bagian Tengah kampung Lembawai terdapat jalan setapak yang membelah kampung ke arah Timur dan Barat, tepatnya di sisi Utara sebuah surau atau masjid. Sementara itu pada bagian belakang kampung baik di sisi Barat dan Timur jalan raya masih terdapat hutan karet (rubber) dan setelah kebun karet di sisi Barat dan Timurnya terdapat beberapa kebun sahang (regelm aangelegde pepertuinen). Di ujung kampung Lembawai ke Utara sebelum kampung Gabek, di sisi Timurnya dipenuhi dengan rawa-rawa (moeraspalmen) dan semak belukar (kreupelhout) dan pada sisi Barat jalan raya masih terdapat semak belukar dan hutan (bosch). Toponimi Lembawai berasal kata dalam bahasa Melayu “lembah” yang berarti tanah yang rendah dan kata “wai” yang berarti batang air atau sungai. Lembawai berarti tanah yang rendah mengandung air.
Bila diperhatikan kondisi jalan raya yang menghubungkan Distrik Pangkalpinang ke distrik Merawang melewati dan membelah beberapa kampung di Distrik Pangkalpinang mulai dari kampung Katak, kampung Djawa, kampung Oepas, kampung Lembawai, kampung Gabek dan kampung Selindoeng, tampaknya jalan yang dibangun dibuat sangat lurus membelah beberapa kampung sampai ke Sungai Pandek, yang merupakan perbatasan antara Distrik Pangkalpinang dengan Distrik Merawang. Posisi jalan yang menghubungkan Kampung Lembawai dengan Kampung Gabek tampak ditinggikan dari rumah atau pemukiman penduduk di kiri dan kanan jalan raya karena Lembawai merupakan tanah yang rendah (lembah) dan mengandung air atau batang air (wai). Pemerintah Hindia Belanda untuk memperpendek jarak tempuh antara Distrik Pangkalpinang dengan Distrik Merawang dengan membangun jalan yang lurus dan melakukan peninggian pada wilayah rawa-rawa, lembah dan wilayah yang berair terutama di wilayah kampung Lembawai, antara kampung Oepas di Selatan sampai dengan perbatasan kampung Gabek di Utara, serta membangun beberapa jembatan sampai ke Kampung Baturusa ibukota Distrik Merawang.
Kondisi jalan yang dibangun lurus dari dari kampung Katak, kampung Djawa, kampung Oepas, kampung Lembawai, kampung Gabek dan kampung Selindoeng menunjukkan, bahwa jalan tersebut merupakan jalan baru dan direncanakan dengan baik yang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda menghubungkan Distrik Pangkalpinang dan distrik Merawang yang baru dibentuk dan dipisahkan dari distrik Sungailiat. Pemisahan administrasi pemerintahan (bestuur) dan administrasi pertambangan (tinmijn) antara distrik Sungailiat dengan distrik Merawang dilaksanakan berdasarkan Keputusan Pemerintah Belanda Tanggal 28 Maret 1851 Nomor 4. Kepala Administratur Distrik Merawang kemudian diangkat dengan Keputusan Pemerintah tanggal 24 Desember 1851 Nomor 4. Pemisahan antara Distrik Merawang dan Distrik Sungailiat dilakukan dalam rangka peningkatan produksi Timah dan memudahkan rentang kendali dan pengawasan terhadap parit penambangan dan pemerintahan (Pengalaman Pemerintah Hindia Belanda dalam mengatasi Perang rakyat Bangka dipimpin Depati Amir yang sulit diatasi karena rentang kendali akibat penyatuan distrik Sungasiliat dan Merawang). Untuk memperlancar transportasi dari distrik Pangkalpinang ke Distrik Merawang yang baru dibentuk dan selanjutnya menuju Distrik Sungailiat, maka Pemerintah Hindia Belanda sesuai ketentuan dalam Pasal 30 Lembaran Negara 1831 Nomor 62, mulai membangun jalan baru dari Baturusa ibukota Distrik Merawang ke Distrik Pangkalpinang, yang jaraknya lebih diperpendek sekitar 43 paal dan diselesaikan pada tahun 1851 M (Sebelumnya untuk ke Distrik Pangkalpinang harus memutar melewati jalan raya dari distrik Sungailiat melalui Pudingbesar). Pada saat yang bersamaan Pemerintah Hindia Belanda juga membangun jalan-jalan setapak untuk mempermudah transportasi antar kampung yang ada di distrik Pangkalpinang.
Pembangunan jalan-jalan besar di Pulau Bangka setelah Tahun 1851 atau setelah kondisi keresidenan yang regelmatig (teratur dan tertib) usai perang Bangka yang dipimpin Depati Amir dilakukan terutama jalan beraspal lengkap dengan trotoar dan lebarnya antara 2-4 meter (verharde weg a waarvan de verharding meer dan 4 m en b 2-4 m breed), selanjutnya dibangun juga jalan tidak beraspal untuk angkutan berat (Niet verharde weg, in alle moessons geschikt voor verdartillerie, van 2- 4 m breed), dan jalan jalan setapak di dalam distrik di Pulau Bangka (voetpad). Berdasarkan Peta Belanda Res. Bangka en Onderh. Opgenomen door den Topografischen dienst in 1928-1929, Blad 34/XXVd, KK 083-04-01/085-04-10_087- 05978–086, pada bagian Legenda Peta Toelichtingen atau pada penjelasan, Jalan jalan yang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda sudah dilengkapi dengan fasilitas lainnya seperti untuk jalur perjalanan Kuda atau kereta Kuda, selanjutnya bila jalan melewati Aik atau anak sungai dibangunlah gorong-gorong atau jembatan yang terbuat dari kayu atau bambu (a paardenpad), a duiker of bruggetje van hout of bamboo), untuk menyeberangi sungai yang agak lebar dan deras dibangunlah jembatan batu lengkap dengan gorong gorongnya (steenen brug, a doorlaat of duiker in de baan), selanjutnya untuk informasi jarak dan perjalanan sudah disiapkan houten kilometerpaal (paal kilometer terbuat dari kayu), dan untuk di pusat distrik serta di ibukota keresidenan dibangun Tugu atau pilar batu (steenen waterpaspilaar), kemudian untuk petunjuk pertambangan Timah di Pulau Bangka dibuatlah Tiang besi petunjuk penambangan Timah (ijzeren paal van de tinwinning).
Di samping Jalan raya baru yang dibangun menghubungkan Distrik Pangkalpinang menuju Distrik Merawang terus ke Distrik Sungailiat, Pemerintah Hindia Belanda juga membangun jalan-jalan beraspal (verharde weg a waarvan de verharding meer dan 4 m en b 2-4 m breed) meliputi jalan dari Kota Mentok melalui berbagai pusat distrik sampai ke Toboali, menempuh jarak sekitar 176 paal, kemudian dibangun jalan dari Distrik Pangkalpinang melintasi bagian Utara dan paling lebar melalui kampung Bakam dan kampung-kampung yang baru saja dibuka ke Distrik Mentok dalam jarak 89 paal, selanjutnya dibangun juga jalan baru dari distrik Pangkalpinang melalui bagian tengah ke distrik Sungaiselan dalam jarak 26 paal yang kemudian dilanjutkan dengan pembangunan jalan dari Distrik Sungaiselan menuju kampung Kurau dalam jarak 24 paal. Jalan baru yang dibangun selanjutnya oleh Pemerintah Kolonial Belanda adalah dari kampung Bakam melalui kampung Layang ke Distrik Sungailiat dalam jarak 26 paal. Jalan-jalan yang dibangun pemerintah Hindia Belanda tersebut berada dalam kondisi yang sangat baik dan jalur jalan tersebut masih digunakan oleh masyarakat hingga sekarang dalam kondisi yang sangat baik.***