Baca Koran babelpos Online - Babelpos

Negara Juara Doa

Ahmad Zainul Hamdi-Dok Pribadi-

 

Doa dalam konteks ini menjadi percakapan intim dengan Sang Ilahi. Ada perasaan takut sekaligus kagum. Malu sekaligus rindu. Berdoa adalah sebuah tindakan merangkul, bukan ritual rutin. Ia lebih didorong oleh kerinduan sejati untuk menjembatani jurang antara yang terbatas dan yang tak terbatas.

 

Namun bagi orang-orang biasa seperti kita, berdoa bisa jadi adalah meminta, bahkan memaksa Tuhan, untuk campur tangan memenuhi segala keinginan kita. Apa yang disebut sebagai keinginan di sini tidak jarang juga adalah berbagai keserakahan kita. Sehingga, teks doa bisa berisi list keinginan, persis daftar belanja.

 

Apakah doa seperti ini salah? Saya sama sekali tidak bermaksud menghakimi doa. Makna doa bisa sangat subjektif bagi masing-masing individu. Yang pasti, jika doa itu terkait dengan keinginan atau hal-hal yang dilarang agama, doa itu dengan sendirinya ikut salah. Juga, keserakahan itu sendiri adalah tindakan yang tak bermoral bukan?

 

Jadi, banyak motif di belakang tindakan doa. Perasaan putus atas juga adalah salah satu motivasi kuat di balik sebuah doa.

 

Sebagai contoh, saat menonton pertandingan final Piala AFF U-23 antara Indonesia vs Vietnam, pasti banyak di antara kita yang berdoa untuk kemenangan Indonesia. Wajar! Ketika Indonesia kebobolan, doa kita mulai kencang. Saat waktu permainan mendekati menit ke-90, dan Timnas Indonesia masih tertinggal, doa kita semakin kencang. Andaikan doa para penonton bola itu dilahirkan menjadi jeritan, mungkin stadion GBK dipenuhi dengan lengkingan suara doa bergemuruh bersama dengan teriakan dukungan. Harapan dan perasaan frustasi karena peluang memenangkan pertandingan menjadi motif terkuat di belakang doa yang sangat intens itu.

 

Di tengah frustrasi yang tak kunjung reda, hati menemukan salah satu bentuk permohonan yang paling intens dan tulus. Ketika menghadapi rintangan yang tampaknya tak teratasi, atau ketika dihadapkan pada kekecewaan yang mengikis harapan, kita secara naluriah berpaling ke doa. Di saat-saat putus asa dan tak berdaya, permohonan melepaskan formalitasnya, menjadi lugas, mendesak, dan sangat personal. Dalam kondisi rentan ini, doa kita menjadi tulus, seperti rengekan anak kecil kepada ibunya.

 

Perasaan putus atas atas kenyataan bisa menjadi api yang membakar jiwa, menuntun kita dalam lantunan doa. Dengan doa, kita menemukan cadangan ketahanan dan kepercayaan diri yang baru. Doa di masa frustrasi merupakan pengingat mendalam akan keterbatasan manusia dan perlunya rahmat. Doa mengajarkan kerendahan hati, saat seseorang mengakui batas-batas kekuatan dirinya. Siklus frustrasi dan doa menjalin seutas harapan.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan