* Ketika Nilai Proyek Jadi Kerugian Negara Semua
SETELAH memakan waktu cukup lama, yaitu terhitung sejak Juli 2023, akhirnya kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) proyek berupa pengadaan CSD (cutting suction dredge) dan washing plant, milik PT Timah Tbk yang berlokasi di Tanjung Gunung, Bangka Tengah, akhirnya masuk ke babak baru.
PENYIDIK Pidsus Kejati Babel, menetapkan tersangka, yaitu Pimpinan Proyek Dr Ichwan Azwardi Lubis selalu tersangka, Kamis 14 Desember 2023, kemarin.
Ichwan Azwardi sendiri usai diperiksa penyidik selaku tersangka akhirnya dikenakan rompi orange selanjutnya digiring ke dalam mobil tahanan guna dijebloskan ke sel tahanan Tuatunu, Pangkalpinang.
Pengumuman penetapan tersangka, dilakukan pihak Kejati ba'da zuhur oleh Kajati Asep Maryono melalui Asisten Intelijen Kejati Babel Fadil Regan.
Bagaimana modus yang terjadi? Mengapa negara dirugikan total lost atau mengalami kerugian senilai proyek?
Dari penelusuran Babel Pos, kalau proyek dimulai 19 Desember 2017 selesai 31 Desember 2018.
Awal pembangunan proyek oleh Divisi Logistik dan Produksi PT Timah itu -tak terlepas- dari hasil visibility dari pihak eksplorasi PT Timah itu sendiri. Dimana dalam visibility mereka -di awal lalu- kalau di pantai Tanjung Gunung itu -diklaim- memiliki kandungan pasir timah dengan jutaan ton. Sehingga eksplorasi pasir timah diharuskan membangun CSD itu.
CSD merupakan salah satu metode penambangan lepas pantai yang menggunakan air sebagai media pembawa untuk mendistribusikan material tambang dari dasar laut menuju unit penyaringan -di darat. Untuk sistem di darat disebut washing plant itu atau pemipaan. Sistem pemipaan merupakan bagian yang sangat penting dalam menyalurkan pasir kandungan timah.
CSD ini sendiri adalah sebuah kapal isap yang berfungsi untuk memindahkan material berupa tanah, pasir, atau lumpur yang berada di bawah permukaan air. CSD memiliki kepala pemotong pada bagian pintu masuk yang dapat digunakan untuk beberapa material keras seperti batu atau kerikil.
Namun ternyata proyek yang menelan biaya senilai Rp 100 milyar itu hanya membangun washing plant tanpa disertai dengan CSD itu.
Persoalan juga lebih dari itu, ternyata pengadaan mesin washing plant bukan dengan cara built-up melainkan assembling. Built-up tentunya pengadaan dengan cara lelang serta melibatkan adanya pihak ketiga. Sementara assembling atau perakitan berupa pengadaan sendiri oleh bagian logistik PT Timah.
Lebih parah lagi, ternyata mesin tak mampu beroperasi secara normal. Dalam artian singkat, mesin-mesinya kerap alami kerusakan sehingga menggangu operasional kerja eksplorasi. Dugaan kuat pengadaan mesin proyek tak sesuai spesifikasi.
Tak cukup di situ juga, persoalan lain juga ternyata diperparah lagi kalau hasil dari eksplorasi pasir timah sendiri ternyata tak sesuai harapan. Dimana dari hasil visibility pihak PT Timah -saat awal- kandungan pasir timahnya yang diklaim mencapai jutaan ton itu. Sementara hasil yang diperoleh masih jauh panggang dari harapan. Singkat kata PT Timah dalam eksplorasi di Tanjung Gunung telah alami kerugian atas hasil visibility itu.
Dimana dari bocoran yang wartawan ini terima dari internal penyidik kalau mesin-mesin itu memiliki masalah. Sehingga tidak bisa beroperasi secara layak itu.