Pendekatan dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia Johor Bahru yang memfasilitasi Suhirman mengajukan PK akhirnya memberikan harapan baru.
BACA JUGA:Kejaksaan RI Kawal Seluruh Lini Kebijakan Politik Hukum Negara
Suhirman yang meninggalkan kampung halamannya sejak 1987 bersama Baharuddin dengan menumpang perahu selama 29 hari dari Sumbawa ke Batam sebelum menyeberang ke Malaysia itu sudah ditunggu kepulangannya oleh kakak dan adik-adiknya di Sumbawa. Orang tua mereka telah lama meninggal, begitu pula dengan dua adik Suhirman. Mereka sembilan bersaudara.
Baharuddin mengatakan tidak mengizinkan lagi adiknya itu pergi dari Indonesia, dan menyarankan untuk usaha di Sumbawa saja.
Reformasi Hukum Malaysia
Pemerintah Malaysia menjalankan reformasi hukum dengan mengundangkan Undang-Undang Penghapusan Hukuman Mati Wajib 2023 (UU 846) yang mulai berlaku pada 4 Juli 2023, serta Undang-Undang Hukuman Mati dan Penjara Seumur Hidup (Yurisdiksi Sementara Mahkamah Persekutuan) 2023 (UU 847) pada 12 September 2023.
Pemberlakuan dua UU itu dalam pelaksanaan mekanisme persidangan memungkinkan 1.020 terpidana yang telah dijatuhi hukuman mati dan penjara seumur hidup di Malaysia untuk mengajukan permohonan ke pengadilan untuk meninjau kembali hukuman mereka.
Prioritas penerapan mekanisme itu mencakup faktor-faktor seperti usia narapidana, tingkat kesehatan, dan lamanya narapidana telah menjalani hukuman serta pertimbangan lainnya.
Menteri di Departemen Perdana Menteri (Reformasi Hukum dan Kelembagaan) Malaysia Azalina Othman Said dalam sebuah pernyataan mengatakan pelaksanaan undang-undang itu memberikan kesempatan kedua kepada terpidana yang dijatuhi hukuman mati dan penjara seumur hidup untuk kembali ke masyarakat dan keluarga serta melanjutkan kelangsungan hidupnya sebagai warga negara biasa.
Kehadiran negara
Pemerintah Indonesia melalui perwakilannya di Malaysia menindaklanjuti pemberlakuan dua undang-undang tersebut.
BACA JUGA: 'Siksa Neraka' Dilarang di Malaysia dan Brunei?
Seluruh Perwakilan RI di Malaysia mendatangi setiap penjara di Malaysia, baik di Semenanjung maupun di Sabah dan Sarawak, untuk mendata WNI yang sedang menghadapi vonis mati dan penjara seumur hidup. Mereka juga mengumpulkan bukti yang dibutuhkan sebagai bahan pendukung proses hukum saat permohonan peninjauan kembali (PK) diajukan.
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Malaysia Hermono mengatakan sebanyak 78 kasus WNI yang telah inkrah diajukan untuk PK ke Mahkamah Persekutuan. Sebanyak 54 kasus ada di Semenanjung dan 24 kasus di wilayah Sabah dan Sarawak.
Ia mengatakan menyambut baik kebijakan Pemerintah Malaysia yang menghapuskan mandatory death penalty untuk kasus pidana tertentu seperti kasus narkoba dan pembunuhan yang melibatkan sejumlah WNI atau pekerja migran Indonesia (PMI).
Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Malaysia telah menunjuk pengacara untuk memberikan pendampingan hukum bagi PMI yang telah dijatuhi hukuman mati dan penjara seumur hidup.