10 Tahun Menjabat Jadi Menkeu, Sri Mulyani Belum Maksimal?

Jumat 11 Oct 2024 - 21:37 WIB
Reporter : Tim
Editor : Syahril Sahidir

KENDATI memiliki segudang pengalaman dan kemampuan untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional, tidak sedikit pakar dan ekonom yang turut mengungkapkan kritik mereka terhadap kinerja Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) selama 10 tahun ini.

-----------

MENURUT keterangan Ekonom sekaligus Dosen Universitas Pembangunan "Veteran" Jakarta, Achmad Nur Hidayat, salah satu kritik terbesar para Ekonom terhadap kepemimpinan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan adalah kebijakan fiskal yang terlalu fokus pada proyek infrastruktur besar-besaran, namun tidak menghasilkan imbal hasil yang memadai. 

Sebagai contoh, proyek pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) telah menyerap anggaran yang sangat besar. 

"Meski diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang untuk pemerataan pembangunan dan peningkatan daya saing, sampai saat ini proyek tersebut belum menunjukkan tanda-tanda memberikan dampak ekonomi yang signifikan," ujar Achmad saat dihubungi oleh Disway pada Jumat 11 Oktober 2024.

BACA JUGA: Bank Dunia Sebut Ekonomi Indonesia Melambat

Selain itu, Achmad melanjutkan, berbagai proyek infrastruktur lainnya, seperti jalan tol dan bandara, meskipun meningkatkan konektivitas, masih belum memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan daya saing dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Padahal menurut Achmad, Di era disrupsi teknologi dan transformasi ekonomi global seperti ini, negara-negara yang ingin mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus mampu menggerakkan sektor-sektor inovatif seperti teknologi informasi, ekonomi digital, dan energi terbarukan. 

"Kebijakan fiskal Sri Mulyani selama ini cenderung kurang fokus pada sektor-sektor tersebut. Investasi besar-besaran pada infrastruktur fisik belum mampu mendorong produktivitas ekonomi secara signifikan. Transformasi digital, misalnya, sangat diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan produktivitas dan inovasi di berbagai sektor," jelas Achmad.

Menurut Achmad, kebijakan Sri Mulyani yang lebih fokus pada penyeimbangan anggaran dan stabilitas fiskal justru menghambat ekspansi yang lebih besar di bidang pengembangan SDM, inovasi dan teknologi.

BACA JUGA:Konflik Iran-Israel Berpotensi Pengaruhi Ekonomi Indonesia

Selain itu, sektor energi terbarukan yang dapat menjadi motor pertumbuhan baru di tengah transisi global menuju ekonomi rendah karbon juga belum mendapatkan perhatian yang memadai. 

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%, Indonesia harus bisa memanfaatkan momentum ini dengan mengembangkan kebijakan fiskal yang mendukung investasi besar-besaran di sektor energi terbarukan. 

"Sayangnya hingga kini, kebijakan fiskal di sektor ini masih terbatas, dan belum ada strategi yang jelas untuk mengintegrasikan transisi energi ke dalam perekonomian nasional," kata Achmad.***

 

Kategori :