Ada siswa yang hanya mampu berpikir sederhana. Ada juga siswa yang sudah mampu berpikir kompleks dan menganalisis lebih mendalam terhadap sebuah bacaan. Pemilihan bahan bacaan ini sangat penting sehingga hasil ketercapaian pembelajaran bisa dicapai dengan baik oleh semua siswa di dalam kelas.
Sebagai contoh diferensiasi konten dalam pelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran menulis dengan basis minat siswa. Guru dapat memberikan beberapa alternatif pilihan konten kepada siswa. Siswa yang berminat pada cerita fiksi dapat diberikan kesempatan menulis cerpen. Sebaliknya, siswa yang minat menulis non-fiksi bisa ditugaskan dengan menulis teks berita, laporan, atau esai.
Siswa yang tertarik pada media sosial bisa menulis postingan blog atau resensi film/buku. Contoh lainnya ketika mengajak siswa membaca teks cerpen, siswa dapat memilih membaca versi cetak atau e-book, atau mendengarkan audiobook.
Melalui pembelajaran berdiferensiasi diharapkan setiap siswa dapat belajar secara optimal. Guru diminta untuk selalu memahami dan memfasilitasi siswa sesuai minat, kemampuan, dan gaya belajarnya. Apabila pembelajaran berdiferensiasi ini terus dilakukan, maka diharapkan nantinya ada peningkatan hasil belajar siswa.
Tak hanya itu saja, siswa lebih termotivasi dan semangat dalam belajar. Kemampuan berpikir kritis siswa dapat dikembangkan, siswa lebih percaya diri. Ketika mereka percaya diri, mereka bisa belajar secara inklusif. Guru pun secara tidak langsung sudah berkontribusi bisa menyiapkan siswa untuk menghadapi tantangan di masa depan.
Pengalaman pembelajaran mereka di sekolah dengan menyadari perbedaan yang mereka miliki adalah bekal untuk mengenal dan memercayai diri sendiri dengan seutuhnya.
Hingga akhirnya nanti, bunga-bunga bermekaran tanpa harus berpikir untuk membandingkan diri dengan bunga lainnya karena masing-masing memahami keindahannya sendiri.**