*Akan Sosialiasi di Tiga Kelurahan
PANGKALPINANG - Plt Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Firmantasi kembali menanggapi pro dan kontra terkait pembangunan Sekolah Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (STIAKIN) di Bangka Belitung (Babel).
Katanya, pihaknya telah beraudiensi dengan kelompok masyarakat yang menolak pembangunan tersebut bahkan juga dilakukan pembentukan kelompok kerja (Pokja). Bahkan dalam waktu dekat, pihaknya melalui pokja akan melaksanakan sosialisasi kembali di tiga kelurahan yakni Kelurahan Temberan, Air Itam dan Sinar Bulan. "Dalam sosialisasi nanti, kita juga akan menghadirkan perwakilan tokoh agama dan tokoh masyarakat agar semua jelas," ujar Firmantasi kepada Babel Pos, Jumat (5/7/2024).
Seperti diketahui bersama, dikatakan Firmantasi, sebelumnya rencana pembangunan STIAKIN juga sudah disampaikan kepada Pemerintah Kota Pangkalpinang melalui Pj Wali Kota Pangkalpinang, Lusje Anneke Tabalujan. "Sebelumnya juga saat Walikota lama, Pak Molen juga sudah kami sampaikan. Beliau juga merespon positif atas rencana pembangunan tersebut sebagai tempat religi, karena sudah ada enam bangunan rumah ibadah disana (lokasi pembangunan STIAKIN)," kata Firmantasi.
Firmantasi mengemukakan bahwa pembangunan STIAKIN bertujuan positif dalam memenuhi kebutuhan dasar dari anak bangsa di bidang dunia pendidikan termasuk bagi kaum minoritas seperti umat Khonghucu. Karena itu, kata dia, kalaupun ada pro dan kontra, maka ini adalah bagian dari demokrasi, tapi semua tetap dalam rangka menjaga nilai-nilai kerukunan khususnya di Provinsi Bangka Belitung. Apalagi bangsa didirikan oleh pendiri bangsa dari berbagai latar belakang etnis agama dan suku.
Pendiri bangsa juga membentuk Pancasila dan Undang-Undang 1945 sebagai dasar kekuatan bagi bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaannya, agar dimasa depan anak cucu penerus bangsa mendapatkan perlakukan dan pelayanan yang sama termasuk memperoleh haknya di bidang pendidikan.
"Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31, yang menjamin setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Selain itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SNP) mengatur prinsip-prinsip dasar pendidikan di Indonesia, termasuk pendidikan agama yang diakui secara resmi oleh negara, termasuk pengakuan Konghucu sebagai agama resmi. Atas dasar inilah yang melatarbelakangi masyarakat Konghucu untuk mendirikan Perguruan Tinggi Konghucu di Bangka Belitung," jelas Firmantasi.
Tentunya, lanjut Firmantasi, hal itu menimbulkan pro dan kontra dari setiap lapisan masyarakat. Menurutnya, ada beberapa alasan pihak yang mendukung pendirian perguruan tinggi ini dilatarbelakangi pentingnya kesetaraan dalam akses pendidikan bagi kelompok agama.
Hal ini, dikatakannya, merupakan langkah penting untuk memperkuat identitas dan warisan budaya Konghucu di Indonesia. Selain itu, tambah Firmantasi, perguruan tinggi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan kualitas pendidikan di Bangka Belitung. "Saat ini, sekolah-sekolah dari tingkat dasar hingga menengah di wilayah Bangka Belitung mengalami kekurangan guru agama Konghucu. Hal ini berdampak pada kualitas pendidikan dan pengajaran nilai-nilai moral serta etika Konghucu yang tidak optimal. Kekurangan tenaga pendidik agama Konghucu juga menghambat perkembangan spiritual dan karakter siswa yang beragama Konghucu," terangnya.
Lebih dari itu, kata Firmantasi, pendidikan merupakan pilar utama dalam pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, kebutuhan akan tenaga pendidik yang kompeten dan berkualitas dalam pendidikan agama Konghucu makin mendesak.
"Sebaliknya, pihak yang menolak pembangunan ini berpendapat bahwa perguruan tinggi Konghucu mungkin akan memperkeruh hubungan antarumat beragama di Bangka Belitung sendiri. Ada kekhawatiran sebagian masyarakat akan adanya potensi segregasi dan diskriminasi berdasarkan agama dalam lingkungan pendidikan. Selain itu, beberapa alasan penolakan yaitu pendirian perguruan tinggi ini tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal yang lebih mendesak," katanya. (pas)