Kesulitan teknis menjadi tantangan berikutnya yang dihadapi oleh MI. Yang dimaksud di sini adalah kesulitan teknis terkait akademik, seperti misalnya situs universitas yang tidak informatif dan kurang ramah pengguna, kurang lengkapnya sumber fisik dan non-fisik pada perpustakaan universitas, dan kurangnya sarana prasarana yang mendukung pembelajaran MI. Nah, masalah ini terkait dengan pendanaan. Tentunya sebuah perguruan tinggi harus memiliki dana yang cukup sebelum memutuskan untuk menyelenggarakan pendidikan internasional. Pengalaman saya bersekolah di Amerika Serikat membuat saya mengerti bahwa ternyata yang membedakan universitas Ivy League dengan universitas pada level di bawahnya bukanlah sumber daya manusianya, karena SDM di perguruan-perguruan tinggi di AS rata-rata memiliki kualitas yang tidak jauh berbeda. Ternyata, pembeda utamanya adalah kelengkapan dan kemutakhiran sarana dan prasarana pada universitas tersebut.
Apakah perguruan tinggi di daerah Anda dirasa sudah memiliki kapasitas untuk mengatasi kendala-kendala di atas? Jika tidak, belum terlambat untuk mempersiapkan diri, karena membuka program internasional dapat sangat membantu ekonomi daerah khususnya, dan ekonomi nasional pada umumnya. Bukan hanya dari segi finansial, keberadaan MI juga akan membantu Indonesia membangun kerja sama global yang lebih solid dari pada kerja sama politik, karena persahabatan yang terjalin antara MI dan komunitas lokal akan menjadi mata rantai yang kecil namun berperan penting dalam persahabatan multilateral. Keberagaman juga menjadi kunci pengayaan perbendaharaan emosional dan intelektual sebuah bangsa. Maka dari itu, mari bersiap bersama.(*)