JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Mardani Ali Sera mengingatkan agar konsep kawasan aglomerasi dalam draf Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) tidak mencederai prinsip otonomi daerah masing-masing wilayah.
“Saya melihat hati-hati dengan DIM 31 karena ini bisa mencederai prinsip otonomi daerah bahwa benar kita sayang Jakarta, benar kita ingin Jakarta tidak jadi ibu kota tapi tetap jadi kota dengan competitiveness yang tinggi, fasilitasnya kelas satu, tetapi tetap tidak boleh menerobos aturan daerah otonomi masing-masing,” kata Mardani dalam rapat panitia kerja (panja) untuk membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU DKJ di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/3).
Dia mengingatkan bahwa kawasan aglomerasi tidak dapat mengatur wilayah-wilayah yang menjadi bagian di dalamnya, melainkan hanya bisa mengatur hubungan fungsionalnya untuk meningkatkan Jakarta menjadi kota global.
“Tiap every single of kota/kabupaten punya independensi sendiri, enggak boleh Bekasi diatur oleh aglomerasi, tidak ada. Urusannya adalah bagaimana kawasan sekelilingnya itu bisa betul-betul bersinergi, berkolaborasi dengan tetap menjaga independensi tiap kota/kabupaten di sekitar Jakarta,” katanya.
Dia juga menepis asumsi wakil presiden (wapres) yang nantinya akan memimpin kawasan aglomerasi akan memiliki kewenangan absolut.
“Sekarang ini kan lagi ramai isu wakil presiden, tidak ada, wakil presiden enggak berhak-berhak amat di sini, dia cuma berfungsi sebagai jembatan, dia berfungsi agar seluruh kabupaten/kota mau duduk bareng, kementerian mau duduk bareng, tapi keputusan independen ada pada tiap otonomi kota/kabupaten sendiri,” tuturnya.
Senada dengan Mardani, anggota Baleg DPR RI Darmadi Durianto juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap definisi kawasan aglomerasi dalam draf RUU DKJ usul DPR RI.
“Dari definisi ini saya melihat bahwa ada kata yang cukup berbahaya yaitu kata menyatukan dalam konteks mengintegrasikan karena pengertian mengintegrasikan itu berarti ada pembauran sehingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat, utuh atau bulat, menyatukan sehingga utuh atau bulat, ini berbahaya sekali untuk kepentingan nasional,” kata Darmadi.
Dia mengingatkan agar definisi kawasan aglomerasi dalam RUU DKJ diperhatikan dengan seksama agar tidak memunculkan celah multitafsir yang nantinya dapat menabrak prinsip-prinsip otonomi daerah.
“Jadi saya minta definisi ini harus kita perhatikan dengan benar-benar ada apa di dalamnya, apa tujuan sebetulnya dari definisi ini, ini yang harus kita kaji mendalam, apa kepentingan ke depan di dalamnya,” kata Darmadi.
Dalam draf RUU DKJ usul DPR RI disebutkan bahwa, ”Kawasan aglomerasi adalah kawasan perkotaan dalam konteks perencanaan wilayah yang menyatukan pengelolaan beberapa daerah kota dan kabupaten dengan kota induknya sekalipun berbeda dari sisi administrasi sebagai satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global yang mengintegrasikan tata kelola pemerintahan, industri, perdagangan, transportasi terpadu, dan di bidang strategis lainnya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan nasional”. (Ant)