Antara Ideal dan Realita: Dilema Mahasiswa Akhir dalam Menyelesaikan Skripsi

Antara Ideal dan Realita: Dilema Mahasiswa Akhir dalam Menyelesaikan Skripsi

Rabu 19 Nov 2025 - 20:20 WIB
Oleh: Admin

Oleh Dwi Wulansari 

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pertiba

 

SETIAP mahasiswa pernah mendengar kalimat klise ini: “Skripsi itu cuma formalitas.” Namun bagi banyak mahasiswa semester akhir, kalimat itu justru terdengar seperti fakta yang pahit. Di satu sisi, skripsi dianggap puncak dari perjalanan selama kuliah yang berbentuk sebuah karya yang merefleksikan kemampuan berpikir kritis, logika, dan kedewasaan akademik. Di sisi lain, realitas di lapangan jauh dari ideal itu. Skripsi sering kali menjadi beban mental, sumber stres, bahkan titik menyerah mahasiswa. 

 

Bagi sebagian mahasiswa, skripsi bukan hanya tentang menulis bab demi bab, melainkan tentang bertahan menghadapi sistem yang menuntut ketepatan waktu, kesempurnaan tulisan, dan kesabaran menghadapi berbagai hambatan administratif. Di tengah rutinitas kampus, pekerjaan sampingan, hingga tekanan sosial untuk segera lulus, banyak mahasiswa yang terjebak dalam dilema: antara ingin idealis dan harus realistis. 

 

Di fase bimbingan, dilema itu tampak jelas. Ada yang datang dengan semangat penuh, namun pulang dengan raut lelah karena revisi tak kunjung selesai. Ada pula yang menunggu dosen pembimbing berhari-hari, hanya untuk menerima catatan yang membingungkan. Tak jarang, mahasiswa kehilangan arah bukan karena tidak mampu berpikir, melainkan karena sistem yang tidak berpihak pada proses belajar yang manusiawi. Fenomena ini menegaskan bahwa menyelesaikan skripsi bukan semata urusan akademik, tapi juga persoalan emosional, 

sosial, dan bahkan struktural. 

 

Bila menilik secara ideal, skripsi dirancang sebagai latihan akademik tertinggi dalam dunia pendidikan tinggi. Ia seharusnya menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan riset, berpikir analitis, dan menulis ilmiah dengan tanggung jawab. Dalam kerangka ideal ini, mahasiswa didorong untuk mencari kebenaran ilmiah, membangun argumen logis, dan mengasah ketajaman berpikir kritis. Namun di dunia nyata, idealisme ini 

sering kali kandas ketika berhadapan dengan sistem yang lebih mementingkan hasil akhir daripada proses pembelajaran. 

 

Realitas di lapangan menunjukkan betapa banyak mahasiswa menjalani skripsi semata sebagai syarat administratif untuk bisa mengikuti wisuda. Bimbingan dilakukan secara terburu-buru, topik dipilih bukan karena ketertarikan akademik, melainkan karena “yang penting cepat selesai.” 

 

Tags :
Kategori :

Terkait