Buntut Bebasnya Ryan Susanto Belinyu, Bagaimana Aon Cs?

Selasa 03 Dec 2024 - 22:31 WIB
Reporter : Tim
Editor : Syahril Sahidir

KORANBABELPOS.ID.- Bebasnya terdakwa Ryan Susanto als Afung anak dari Sung Jauw dalam kasus 

Tipikor kegiatan usaha pertambangan dalam kawasan hutan lindung dan produksi, Kelurahan Bukit Ketok, Belinyu, Kabupaten Bangka, menggegerkan.  Karena persoalan hukum yang dihadapi terdakwa dalam kasus ini, nyaris sama dengan yang dihadapi para terdakwa Thamron Alias Aon Cs yang saat ini tengah bersidang di PN Tipikor, Jakarta Pusat.

BACA JUGA:Lagi, Anggota DPR RI Tanya Aktor Utama Tipikor Timah Kajagung: Belum Berhenti!

Seperti diketahui, terdakwa Ryan Susanto dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan primair - subsidair.

Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari semua dakwaan penuntut ymum  tersebut.   Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan.  Juga Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya.

Sementara, JPU dari Cabjari Belinyu, yang diketuai Noviansyah menuntut terdakwa Ryan Susanto als  Afung anak dari Sung Jauw,  selama 16 tahun dan 6 bulan penjara.  Selain penjara, cukong timah Belinyu itu juga dikenakan pidana denda sebesar Rp 750 juta dengan subsider kurungan 3 bulan.

Tidak cukup di situ, bujangan ini juga diharuskan membayar uang pengganti senilai Rp 1,803,850,700 milyar dengan subsider penjara selama 8 tahun dan 3 bulan.  Dan atas vonis bebas ini, dipastikan JPU Kasasi.

BACA JUGA:Lagi, Soal Penentu Kerugian Negara Kasus Tipikor Timah, BPK Bukan BPKP!

Sementara itu, seorang Ahli Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Eva Achjani Zulfa yang dihadirkan dalam sidang lanjutan tata niaga timah di PN Jakarta Pusat, Senin 2 Desember 2024 menyatakan, penggunaan Undang-Undang Tipikor salah satu dasar dalam hukum pidana adalah asas pertanggung jawaban individu, yang berarti setiap orang hanya bertanggung jawab atas perbuatan pidana yang dilakukan berdasarkan peran masing-masing.   Selain itu, penerapan hukum pidana harus berpegang pada asas legalitas dan tidak boleh dipaksakan jika tidak sesuai dengan norma yang ada.  

Dalam konteks kasus pertambangan PT Timah, Eva menyoroti penerapan pasal 14 UU Tipikor. Ia menegaskan bahwa kerugian yang timbul pada anak perusahaan BUMN/BUMD yang tidak berasal dari APBN, penyertaan modal negara, atau fasilitas negara, bukanlah kerugian negara.   

“Kalau kerugian tidak termasuk dalam kategori yang diatur oleh norma UU Tipikor, maka asas legalitas harus dijaga. Tidak bisa kita memaksakan analogi atau mengembangkan norma hukum di luar yang dirumuskan dalam Undang-undang,” jelasnya.  

Pasal 14 UU Tipikor sudah memiliki batasan yang jelas, sehingga jika dianggap ada masalah atau kekurangan dalam aturan tersebut, solusinya adalah melakukan judicial review.  

"Asas legalitas merupakan prinsip utama yang harus dijalankan. Jika norma tidak mencakup kasus tertentu, kita harus menguji ulang melalui judicial review, bukan memaksakan penerapan UU Tipikor," tambahnya.   

BACA JUGA:Kasus Tipikor Timah Rp300 Triliun, Ahli: Harus Dengan UU Lingkungan

Sementara itu, saksi ahli dari Universitas Sumatera Utara, Dr. Mahmud Mulyadi, SH., M.Hum, menegaskan bahwa Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) bukanlah Undang-Undang "sapu jagat" untuk semua kasus yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara. 

Kategori :