Peneliti BRIN Paparkan Pemilu Pertama RI Tahun 1955 yang Demokratis

Peneliti Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Dr. R. Siti Zuhro-Antaranews.com-

KORANBABELPOS.ID - Peneliti Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Dr R Siti Zuhro mengungkapkan alasan mengapa pemilihan umum (pemilu) pertama yang dilangsungkan pada tahun 1955, tepatnya 10 tahun setelah Indonesia merdeka sudah tepat.

"Indonesia kan masyarakatnya majemuk, suku, agamanya juga banyak, etnis, dan lain sebagainya, jadi kebhinekaan kita itu membutuhkan persiapan yang utuh, tidak bisa sepenggal-sepenggal. Maka apa yang dilakukan negara saat itu untuk tidak segera melaksanakan pemilu sudah tepat," kata Siti dalam diskusi yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Rabu.

Diskusi bertajuk "Topik seputar cerita Presiden terdahulu (Top secret)" diselenggarakan oleh Arsip Nasional Indonesia (ANRI) bekerja sama dengan BRIN untuk mengulas sejarah Pemilu pertama tahun 1955.

BACA JUGA:BRIN Sebut Kompetisi Legislatif di Pemilu 2024 Makin Menarik

Menurutnya, Indonesia memiliki karakteristik sendiri yang membutuhkan demokrasi Pancasila, sehingga perlu jeda untuk melakukan konsolidasi setelah hingar-bingar kemerdekaan dirayakan.

"Setelah terjadi revolusi yang luar biasa melawan penjajahan dan lain sebagainya, ketika merdeka maka proses selanjutnya yakni membangun bangsa. Jadi melakukan konsolidasi, ketatanegaraan kita solidkan kembali, lalu masyarakat kita tentu dengan hingar-bingar revolusi setelah melawan penjajah, ini perlu ditata kembali, perlu ada jeda," papar Siti.

Menurutnya, Pemerintah Indonesia saat itu sudah mempertimbangkan dan sudah tertuang dalam konstitusi, bahwa Tanah Air yang sudah merdeka terlahir dengan bersepakat untuk menjalankan demokrasi.

"Kalau menurut saya, kita belajar sejarah, bahwa mengapa pemilu tidak langsung? Tentu ada asbabun nuzul-nya (sebab), ada argumentasi spesifik Indonesia, yang menunjukkan bahwa kalau begitu merdeka langsung melaksanakan pemilu akan sulit, karena persiapannya butuh banyak hal, termasuk apakah partai-partai yang terbentuk sudah cukup siap," ucapnya. 

Dalam sejarah, kata dia Bung Karno pernah mengatakan partai politik sangat luar biasa pengaruhnya, tidak hanya menjadi pendorong demokrasi, tetapi sekaligus bisa merusak tatanan bangsa kalau tidak dikelola dengan baik.

"Kalau waktu itu dibuka sistem multipartai, apa yang akan terjadi waktu itu? Belajar dari situ, menunjukkan bahwa sebetulnya demokrasi yang akan kita laksanakan itu memerlukan nilai-nilai budaya luhur kita sendiri, dan itu yang kita butuhkan supaya tidak tercerabut dari akar kita," paparnya.

Ia mengemukakan apa yang terjadi dari sejarah mengapa pemilu tidak disegerakan perlu diapresiasi.

BACA JUGA:BRIN: Politik identitas sedang tidur pada Pemilu 2024

"Kita patut gembira karena ada apresiasi luar biasa dari Indonesianis di luar negeri saat itu, menilai bahwa Pemilu 1955 itu adalah pemilu yang relatif demokratis dengan fungsi representasi yang ditunjukkan oleh partai-partai yang tidak hanya mewakili kebhinekaan kita, perempuan bahkan bisa mengartikulasikan diri saat itu," ucapnya.(ant)

Tag
Share