Lebih dari Sekedar Kebaya: Makna Hari Kartini yang Sebenarnya

Usnita, Mahasiswi Magister Administrasi Publik Institut Pahlawan 12--

Setiap tanggal 21 April, masyarakat Indonesia terutama di institusi pendidikan dan pemerintahan merayakan Hari Kartini. Suasana berubah semarak, anak-anak perempuan mengenakan kebaya, pria memakai batik, panggung-panggung kecil dihiasi bunga dan pita, dan berbagai lomba diadakan. Namun, di balik semua itu pertanyaan mendasar seringkali terlewatkan. 

YUSNITA, S.IP, Mahasiswi Magister Administrasi Publik Institut Pahlawan 12

Apa sebenarnya yang kita rayakan? Apakah Hari Kartini hanya sebatas mengenang kebaya, atau ada pesan lebih dalam yang patut kita refleksikan bersama? Hari Kartini sejatinya adalah tentang perjuangan, pemikiran, dan harapan. 

Ia adalah simbol perempuan yang berani bersuara, bahkan ketika zaman dan budaya tidak memihak padanya. Hari Kartini adalah pengingat bahwa perempuan Indonesia memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan hak-haknya dan bahwa perjuangan itu masih terus berlangsung hingga hari ini. 

BACA JUGA:Kartini: Dari Surat-Surat ke Masa Depan Perempuan Indonesia

Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Ia berasal dari kalangan bangsawan Jawa yang memegang adat ketat, termasuk soal peran dan posisi perempuan. 

Sebagai anak perempuan, Kartini menghadapi kenyataan pahit setelah usia tertentu ia harus menjalani masa "pingitan", tidak boleh keluar rumah, tidak bebas memilih pasangan, dan akses terhadap pendidikan pun sangat terbatas. 

Namun, Kartini tidak tinggal diam. Dengan kemampuan menulis yang sangat baik, ia menjalin korespondensi dengan teman-teman dari Eropa, mencurahkan gagasannya tentang ketidakadilan yang dialami perempuan, tentang pentingnya pendidikan, dan tentang mimpi masa depan yang lebih cerah. Pikiran-pikirannya begitu maju pada masanya. 

BACA JUGA:PUISI-PUISI HARI KARTINI Tahun 2025 SMAN 1 Sungailiat

Sebuah suara perempuan dari tanah jajahan yang mampu menembus batas ruang dan waktu. Melalui surat-suratnya, yang kemudian dibukukan dalam "Habis Gelap Terbitlah Terang", Kartini menyampaikan keresahan sekaligus harapan. 

Ia ingin perempuan diberi kesempatan untuk berpikir, belajar, dan menentukan hidupnya sendiri. Bukan untuk melawan laki-laki, tetapi untuk berdiri sejajar sebagai manusia yang setara.

Peringatan Hari Kartini bukanlah seremoni yang berhenti pada nostalgia. Ini adalah ajakan untuk merefleksikan nilai-nilai yang diperjuangkannya. Pendidikan, kesetaraan, dan kemerdekaan berpikir adalah inti dari gagasan Kartini. 

BACA JUGA:PT Timah Fasilitasi Kartini Tambang Jadi Pemimpin

Hari ini, ketika kita melihat kemajuan teknologi dan terbukanya akses informasi, kita bisa saja menganggap perjuangan Kartini sudah selesai. Tapi kenyataannya, ketimpangan gender masih nyata. Banyak perempuan yang belum mendapatkan kesempatan pendidikan yang layak. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan